BAB I
PENDAHULUAN
A.
Muqaddimah
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari
bermu’amalah antara satu dengan yang lainnya. Mu’amalah sesama manusia
senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan sesuai kemajuan dalam kehidupan
manusia. Oleh karena itu aturan Allah yang terdapat dalam al-Qur’an tidak
mungkin menjangkau seluruh segi pergaulan yang berubah itu. Itulah sebabnya
ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan hal ini hanya bersifat prinsip dalam
mu’amalat dan dalam bentuk umum yang mengatur secara garis besar. Aturan yang
lebih khusus datang dari Nabi. Hubungan manusia satu dengan manusia berkaitan
dengan harta diatur agama islam salah satunya dalam jual beli. Jual beli yang didalamnya
terdapat aturan-aturan yang seharusnya kita mengerti dan kita pahami. Jual beli
seperti apakah yang dibenarkan oleh syara’ dan jual beli manakah yang tidak
diperbolehkan.
Ada beberapa
ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang Mu’amalah antara lain sebagai berikut:
1.
Mereka itulah yang membeli kesesatan
dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka
menantang api neraka! (QS. Al Baqarah (2): 175)
2.
Yang demikian itu adalah karena Allah
telah menurunkan Al Kitab dengan membawa kebenaran, dan sesungguhnya
orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al Kitab itu, benar-benar dalam
penyimpangan yang jauh (dari kebenaran) (QS. Al Baqarah (2): 176)
3.
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah
timur dan barat itu suatu kebajikan, akann tetapi sesungguhnya kebajikan itu
adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang
yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan
menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang bersabar dalam kesempitan, penderitaan dan peperangan.
Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang
yang bertaqwa (QS. Al Baqarah (2): 177)
4.
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barang
siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (mengikuti
memaafkan) dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar
(diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu
adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih (QS. Al
Baqarah (2): 178)
5.
Dan Qishaash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa
(QS. Al Baqarah (2): 179)
Selain itu, ada beberapa buku yang
membahas tentang Mu’amalah, buku-buku tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Amir
Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh,
(Jakarta: Kencana, 2003).
2. Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar dkk, Ensiklopedi Fiqih Muamalah Dalam Pandangan 4 Madzhab, (Penerbit : Maktabah Al-Hanif Berat)
3. Dr. Jaribah Bin Ahmad Al-Haritsi, Buku Fiqih Ekonomi Umar bin Al Khatab.
4. Dr. Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Prenada Media)
5. Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002)
6. Muhammad Arifin bin Badri M.A, Sifat Perniagaan Nabi, (Jakarta: Pustaka Darul Ilmi)
Dan dengan berdasarkan berbagai referensi di atas maka rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah Pengertian Jual Beli Menurut Bahasa Dan Syara’?
2. Apakah Rukun Jual Beli?
3. Apakah Syarat Jual Beli?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Jual Beli Menurut Bahasa Dan Syara’
1. Menurut
Bahasa
Jual beli البيع
secara bahasa merupakan masdar dari kata بعت diucapkan يبيع-باء
bermakna memiliki dan membeli. Kata aslinya keluar dari kata الباع
karena masing-masing dari dua orang yang melakukan akad meneruskannya untuk
mengambil
dan memberikan sesuatu. Orang yang melakukan penjualan
dan pembelian disebut البيعا ن.
Jual beli
diartikan juga “pertukaran sesuatu dengan sesuatu”. Kata lain dari al-bai’
adalah asy-syira’, al-mubadah dan at-tijarah.
2. Menurut Syara’
Pengertian
jual beli البيع secara syara’ adalah tukar menukar harta dengan harta
untuk memiliki dan memberi kepemilikan. Sebagian ulama lain memberi pengertian
:
a.
Menurut
ulama Hanafiyah : “Pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara
khusus (yang dibolehkan)”.
b.
Menurut
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : “Pertukaran harta dengan harta untuk
kepemilikan”.
c.
Menurut
Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni : “ Pertukaran harta dengan harta untuk
saling menjadikan milik”.
d.
Tukar
menukar harta meskipun ada dalam tanggungan atau kemanfaatan yang mubah dengan
sesuatu yang semisal dengan keduanya, untuk memberikan secara tetap.
e.
Menukar
barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik
dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling ridha.
f.
Saling
tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab dan qabul
dengan cara yang sesuai dengan syara.
g.
Penukaran
benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan dan memindahkan hak milik
dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan.
Dari
beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli ialah suatu perjanjian
tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha di antara
kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya
sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan
disepakati.
Inti dari
beberapa pengertian tersebut mempunyai kesamaan dan mengandung hal-hal
antara lain :
a.
Jual
beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang saling melakukan tukar menukar
b.
Tukar
menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi seperti barang,
yakni kemanfaatan dari kedua belah pihak.
c.
Sesuatu
yang tidak berupa barang/harta atau yang dihukumi sepertinya tidak sah untuk
diperjualbelikan.
d.
Tukar
menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni kedua belah pihak memiliki sesuatu
yang diserahkan kepadanya dengan adanya ketetapan jual beli dengan kepemilikan
abadi.
B.
Rukun Jual Beli
1.
Akad (ijab qabul)
Ialah ikatan
kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum dikatakan sah
sebelum ijab dan qabul dilakukan
sebab ijab qabul menunjukkan kerelaan
(keridhaan). Ijab qabul boleh dilakukan dengan lisan dan tulisan. Ijab qabul dalam bentuk perkataan dan/atau
dalam bentuk perbuatan yaitu saling memberi (penyerahan barang dan penerimaan
uang).
Menurut
fatwa ulama Syafi’iyah, jual beli barang-barang yang kecilpun harus ada ijab
qabul tetapi menurut Imam an-Nawawi dan ulama muta’akhirin syafi’iyah
berpendirian bahwa boleh jual beli barang-barang yang kecil tidak dengan ijab
qabul. Jual beli yang menjadi kebiasaan
seperti kebutuhan sehari-hari tidak
disyaratkan ijab qabul, ini adalah pendapat jumhur
2.
Orang-orang yang berakad (subjek) - البيعا ن
Ada
2 pihak yaitu bai’ (penjual) dan mustari (pembeli).
3.
Ma’kud ‘alaih (objek)
Ma’kud
‘alaih adalah barang-barang yang bermanfaat menurut pandangan syara’.
4.
Ada nilai tukar pengganti barang
Nilai tukar pengganti barang ini
yaitu dengan sesuatu yang memenuhi 3 syarat yaitu bisa menyimpan nilai (store
of value), bisa menilai atau menghargakan suatu barang (unit of account)
dan bisa dijadikan alat tukar (medium of exchange).
C.
Syarat Jual Beli
1.
Akad (ijab qabul)
a.
Madzhab
Syafi’i
“Tidak sah akad jual beli kecuali
dengan shigat (ijab qabul) yang diucapkan”. Syarat shighat menurut
madzhab Syafi’i :
Ø Berhadap-hadapan
Pembeli
dan penjual harus menunjukkan shighat akadnya kepada orang yang sedang
bertransaksi dengannya yakni harus sesuai dengan orang yang dituju.
Dengan
demikian tidak sah berkata, “Saya menjual kepadamu!”. Tidak boleh berkata,
“Saya menjual kepada Ahmad”, padahal nama pembeli bukan Ahmad.
Ø Ditujukan pada seluruh badan yang
akad
Tidak sah
berkata, “Saya menjual barang ini kepada kepala atau tangan kamu”.
Ø Qabul diucapkan oleh orang yang
dituju dalam ijab
Orang yang
mengucapkan qabul haruslah orang yang diajak bertransaksi oleh orang yang
mengucapkan ijab kecuali jika diwakilkan.
Ø Harus menyebutkan barang dan
hargaKetika mengucapkan shighat harus disertai niat (maksud)
Ø Pengucapan ijab dan qabul harus
sempurna
Jika
seseorang yang sedang bertransaksi itu gila sebelum mengucapkan, jual beli yang
dilakukannya batal.
Ø Ijab qabul tidak terpisah
Antara
ijab dan qabul tidak boleh diselingi oleh waktu yang terlalu lama yang
menggambarkan adanya penolakan dari salah satu pihak.
Ø Antara ijab dan qabul tidak terpisah
dengan pernyataan lain
Ø Tidak berubah lafazh
Lafazh
ijab tidak boleh berubah seperti perkataan, “Saya jual dengan 5 dirham”,
kemudian berkata lagi, “Saya menjualnya dengan 10 dirham”, padahal barang yang
dijual masih sama dengan barang yang pertama dan belum ada qabul.
Ø Bersesuaian antara ijab dan qabul
secara sempurna
Ø Tidak dikaitkan dengan sesuatu
Akad tidak
boleh dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada hubungan dengan akad.
Ø Tidak dikaitkan dengan waktu
b.
Madzhab Hambali
Ø Berada di tempat yang sama
Ø Tidak terpisah
Antara
ijab dan qabul tidak terdapat pemisah yang menggambarkan adanya penolakan.
Ø Tidak dikatkan dengan sesuatu
Akad tidak boleh dikaitkan dengan
sesuatu yang tidak berhubungan dengan akad.
c.
Madzhab Imam Malik
“Bahwa
jual beli itu telah sah dan dapat dilakukan secara dipahami saja”. Syarat
shighat menurut madzhab Maliki :
Ø Tempat akad harus bersatu
Ø Pengucapan ijab dan qabul tidak
terpisah
Di antara
ijab dan qabul tidak boleh ada pemisah yang mengandung unsur penolakan dari
salah satu aqid secara adat.
d.
Madzhab
Hanafi
Ø Qabul harus sesuai dengan ijab
Ø Ijab dan qabul harus bersatu
Yakni
berhubungan antara ijab dan qabul walaupun tempatnya tidak bersatu
2.
Orang yang berakad (aqid)
a. Madzhab Syafi’i
Ø Dewasa atau sadar
Aqid harus
balig dan berakal, menyadari dan mampu memelihara din dan hartanya. Dengan
demikian, akad anak mumayyiz dianggap tidak sah.
Ø Tidak dipaksa atau tanpa hak
Ø Islam
Dianggap
tidak sah, orang kafir yang membeli kitab Al-Qur’an atau kitab-kitab yang
berkaitan dengan dinul Islam seperti hadits, kitab-kitab fiqih atau membeli
budak yang muslim.
Allah Swt
berfirman, “Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan bagi orang kafir untuk
menghina orang mukmin”. (Q.S. An-Nisa’ 4 : 141)
Ø Pembeli bukan musuh
Umat Islam
dilarang menjual barang, khususnya senjata kepada musuh yang akan digunakan
untuk memerangi dan menghancurkan kaum muslimin.
b.
Madzhab
Hambali
Ø Dewasa
Aqid harus
dewasa (baligh dan berakal) kecuali pada jual beli barang-barang yang sepele
atau telah mendapat izin dari walinya dan mengandung unsur kemashlahatan.
Ø Ada keridhaan
Masing-masing
aqid harus saling meridhai yaitu tidak ada unsur paksaan. Ulama Hanabilah
menghukumi makruh bagi orang yang menjual barangnya karena terpaksa atau karena
kebutuhan yang mendesak dengan harga di luar harga umum.
c.
Madzhab
Maliki
Ø Penjual dan pembeli harus mumayyiz
Ø Keduanya merupakan pemilik barang
atau yang dijadikan wakil
Ø Keduanya dalam keadaan sukarela
Ø Penjual harus sadar dan dewasa
Ulama
Malikiyah tidak mensyaratkan harus Islam bagi aqid kecuali dalam membeli hamba
yang muslim dan membeli mushaf.
d.
Madzhab
Hanafi
Ø Berakal dan mumayyiz
Ulama
Hanafiyah tidak mensyaratkan harus baligh. Tasharruf yang boleh dilakukan oleh
anak mumayyiz dan berakal secara umum terbagi 3 :
1)
Tasharruf
yang bermanfaat secara murni, seperti hibah
2)
Tasharruf
yang tidak bermanfaat secara murni, seperti tidak sah talak oleh anak kecil
3)
Tasharruf
yang berada di antara kemanfaatan dan kemudharatan yaitu aktifitas yang boleh
dilakukan tetapi atas seizin wali.
Ø Berbilang
Sehingga
tidak sah akad yang dilakukan seorang diri. Minimal 2 orang yang terdiri dari
penjual dan pembeli.
3. Ma’kud
‘alaih (objek)
Barang
yang diperjualbelikan (objek) :
Ø Suci
(halal dan thayyib).
Tidak sah penjualan benda-benda haram atau bahkan syubhat.
Ø Bermanfaat
menurut syara’.
Ø Tidak
ditaklikan, yaitu
dikaitkan dengan hal lain, seperti “jika ayahku pergi, kujual motor ini
kepadamu”.
Ø Tidak
dibatasi waktunya,
seperti perkataan, “Kujual motor ini kepadamu selama 1 tahun” maka penjualan
tersebut tidak sah karena jual beli merupakan salah satu sebab pemilikan secara
penuh yang tidak dibatasi apapun kecuali ketentuan syara’.
Ø Dapat
diserahkan cepat atau lambat,
contoh :
1)
Tidaklah
sah menjual binatang yang sudah lari dan tidak dapat ditangkap lagi
2)
Barang-barang
yang sudah hilang
3)
Barang-barang
yang sulit diperoleh kembali karena samar, seperti seekor ikan yang jatuh ke
kolam sehingga tidak diketahui dengan pasti ikan tersebut.
Ø Milik
sendiri. Tidaklah sah menjual barang orang
lain :
1)
Dengan
tidak seizin pemiliknya
2)
Barang-barang
yang baru akan menjadi pemiliknya
Ø Diketahui
(dilihat).
Barang
yang diperjualbelikan harus dapat diketahui banyaknya, beratnya, takarannya
atau ukuran-ukuran lainnya. Maka tidak sah jual beli yang menimbulkan keraguan
salah satu pihak.
Syarat ma’qud ‘alaih menurut madzhab :
a.
Madzhab
Syafi’i
Ø Suci
Ø Bermanfaat
Ø Dapat diserahkan
Ø Barang milik sendiri atau menjadi
wakil orang lain
Ø Jelas dan diketahui oleh kedua orang
yang melakukan akad
b.
Madzhab
Hambali
Ø Harus berupa harta
Ma’qud ‘alaih adalah barang-barang
yang bermanfaat menurut pandangan syara’. Ulama Hanabilah mengharamkan jual
beli Al-Qur’an, baik untuk muslim maupun kafir sebab Al-Qur’an itu wajib
diagungkan, sedangkan menjualnya berarti tidak mengagungkannya.
Begitu
pula mereka melarang jual beli barang-barang mainan dan barang-barang yang
tidak bermanfaat lainnya.
Ø Milik penjual secara sempurna
Dipandang
tidak sah jual beli fudhul, yakni menjual barang tanpa seizin
pemiliknya.
Ø Barang dapat diserahkan ketika akad
Ø Barang diketahui oleh penjual dan
pembeli
Barang
harus jelas dan diketahui kedua belah pihak yang melangsungkan akad.
Ø Harga diketahui oleh kedua belah
pihak
Ø Terhindar dari unsur-unsur yang
menjadikan akad tidak sah
Barang,
harga dan aqid harus terhindar dari unsur-unsur yang menjadikan akad tersebut
menjadi tidak sah, seperti riba.
c.
Madzhab
Maliki
Ø Bukan barang yang dilarang syara’
Ø Harus suci, maka tidak boleh menjual
khamr dan lain-lain
Ø Bermanfaat menurut pandangan syara’
Ø Dapat diketahui oleh kedua orang
yang berakad
Ø Dapat diserahkan
d.
Madzhab
Hanafi
Ø Barang harus ada
Tidak
boleh akad atas barang-barang yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada,
seperti jual beli buah yang belum tampak atau jual beli anak hewan yang masih dalam
kandungan.
Ø Harta harus kuat, tetap dan bernilai
Yakni
benda yang mungkin dimanfaatkan dan disimpan.
Ø Benda tersebut milik sendiri
Ø Dapat diserahkan
4. Ada Nilai
Tukar Pengganti Barang
Imam Syafi’i menjelaskan bahwa yang
bisa dijadikan standar nilai (harga) adalah dinar emas dan dirham perak.
Ibnu Khaldun rh berkata, “Allah telah menciptakan dua logam
mulia, emas
dan perak, sebagai
standar ukuran nilai untuk seluruh bentuk simpanan harta kekayaan. Emas dan perak adalah benda yang
disukai dan dipilih oleh penduduk dunia ini untuk menilai harta dan kekayaan.
Walaupun,
karena berbagai keadaan, benda-benda lain didapat, namun tujuan utama dan
akhirnya adalah menguasai emas dan perak. Semua benda lain senantiasa terkait
perubahan harga pasar, namun itu tak berlaku pada emas dan perak. Keduanya-lah
ukuran keuntungan, harta dan kekayaan”.
Syarat uang menurut Imam Al-Ghazali ada 3 yaitu :
Ø Penyimpan Nilai (Store of Value)
Yaitu uang harus
bisa mempunyai nilai atau harga yang
tetap (stabil).
Ø Satuan
Perhitungan/Timbangan
(Unit of Account)
Yaitu
uang harus bisa berfungsi sebagai satuan
perhitungan atau timbangan (Unit
of Account) untuk menimbang atau
menilai suatu barang atau jasa.
Allah Swt menjadikan uang dinar dan
dirham sebagai hakim dan penengah di antara harta benda lainnya sehingga harta
benda tersebut dapat diukur nilainya dengan uang dinar dan dirham (menjadi
satuan nilai).
Ø Alat Tukar (Medium of Exchange)
Yaitu
uang harus bisa berfungsi sebagai alat
tukar (Medium of Exchange) untuk melakukan transaksi perdagangan barang atau
jasa.
Uang dinar dan dirham menjadi
perantara untuk memperoleh barang-barang lainnya. Karena uang tidak dapat
memiliki manfaat pada dirinya sendiri, namun ia memiliki manfaat bila
dipergunakan untuk hal-hal yang lain.
Kenapa emas dan perak? Menurut
Al-Ghazali dikarenakan kedua barang tambang itulah yang dapat tahan lama dan
mempunyai keistimewaan dibanding dengan barang yang lain serta keduanya
mempunyai nilai atau harga yang sama (stabil).
Al-Maqrizi, ulama abad ke-8
Hijriyah, salah seorang murid Ibnu Khaldun. Beliau memangku jabatan hakim
(qadhi al-Qudah) madzhab Maliki pada masa amirat Sultan Barquq (784 – 801 H).
Pada tahun 791 H, Sultan Barquq
mengangkat al-Maqrizi sebagai muhtasib di Kairo. Jabatan tersebut diembannya
selama 2 tahun. Pada masa ini, al-Maqrizi mulai banyak bersentuhan dengan
berbagai permasalahan pasar, perdagangan dan mudharabah sehingga perhatiannya
terfokus pada harga-harga yang berlaku, asal-usul uang dan kaidah-kaidah
timbangan.
Menurut al-Maqrizi, baik pada masa
sebelum atau setelah kedatangan Islam, uang digunakan oleh umat manusia untuk
menentukan harga barang dan nilai upah. Untuk mencapai tujuan ini, uang yang
dipakai hanya terdiri dari emas dan perak.
BAB
III
KESIMPULAN
A. Pengertian jual beli dalam Islam
terdiri dari pengertian jual beli menurut bahasa yang mana pengertian di ambil
berdasarkan bahasa, atau lebih tepatnya yaitu berdasarkan bahasa arab. Dan juga
pengertian jual beli menurut Syara’ yang mana dalam pengertiannya banyak ulama
berpendapat. Akan tetapi walaupun secara kontekstual berbeda namun secara makna
terdapat sebuah persamaan dan inti dari semua pendapat tersebut adalah:
1.
Jual
beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang saling melakukan tukar menukar
2.
Tukar
menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi seperti barang,
yakni kemanfaatan dari kedua belah pihak.
3.
Sesuatu
yang tidak berupa barang/harta atau yang dihukumi sepertinya tidak sah untuk
diperjualbelikan.
4.
Tukar
menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni kedua belah pihak memiliki sesuatu
yang diserahkan kepadanya dengan adanya ketetapan jual beli dengan kepemilikan
abadi.
B. Dalam Jual beli tidak serta merta dilakukan
begitu saja, namun ada beberapa rukun yang harus ada dan dilakukan agar jual
beli yang dilakukan menjadi sah, rukun jual beli tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Akad (ijab qabul)
2.
Orang-orang yang berakad (subjek)
3.
Ma’kud ‘alaih (objek)
4. Ada nilai tukar
pengganti barang
C. Selain
ada Rukun jual beli, ada juga syarat jual beli yang harus dipenuhi oleh penjual
dan pembeli agar keabsahan jual beli yang dilakukan menjadi terpenuhi. Dalam
menentukan syarat jual beli ini juga ada berbagai pendapat dari berbagai
madzhab:
1. Madzhab
Safi’i
2. Madzhab
Hambali
3. Madzhab
Maliki
4. Madzhab
Hanafi
DAFTAR PUSTAKA
Amir
Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh,
(Jakarta: Kencana, 2003).
Rebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi
BalasHapushingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun
profit,bergabung sekarang juga dengan kami
trading forex fbsasian.com
-----------------
Kelebihan Broker Forex FBS
1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL
Indonesia dan banyak lagi yang lainya
Buka akun anda di fbsasian.com
-----------------
Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
Tlp : 085364558922
BBM : fbs2009