UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2012
TENTANG
PERKOPERASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa pembangunan perekonomian nasional
bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia melalui
pengelolaan sumber daya ekonomi dalam suatu iklim pengembangan dan pemberdayaan
Koperasi yang memiliki peran strategis dalam tata ekonomi nasional berdasarkan
asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam rangka menciptakan masyarakat
yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
bahwa pengembangan dan pemberdayaan Koperasi
dalam suatu kebijakan Perkoperasian harus mencerminkan nilai dan prinsip
Koperasi sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan
ekonomi Anggota sehingga tumbuh menjadi kuat, sehat, mandiri, dan tangguh dalam
menghadapi perkembangan ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan
penuh tantangan;
c.
bahwa kebijakan Perkoperasian selayaknya
selalu berdasarkan ekonomi kerakyatan yang melibatkan, menguatkan, dan
mengembangkan Koperasi sebagaimana amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka
Demokrasi Ekonomi;
d.
bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian perlu diganti karena sudah tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan hukum dan perkembangan Perkoperasian;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Perkoperasian.
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (1) dan
ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan
Persetujuan Bersama:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan
oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan
para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi
dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai
dan prinsip Koperasi.
2.
Perkoperasian
adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.
3.
Koperasi
Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang
perseorangan.
4.
Koperasi
Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum
Koperasi.
5.
Rapat Anggota adalah perangkat organisasi
Koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
6.
Pengawas adalah perangkat organisasi Koperasi
yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada Pengurus.
7.
Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi
yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan
tujuan Koperasi, serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.
8.
Setoran Pokok adalah sejumlah uang, yang
wajib dibayar oleh seseorang atau badan hukum Koperasi pada saat yang
bersangkutan mengajukan permohonan keanggotaan pada suatu Koperasi.
9.
Sertifikat
Modal Koperasi adalah bukti penyertaan Anggota Koperasi dalam modal Koperasi.
10.
Hibah adalah pemberian uang dan/atau barang
kepada Koperasi dengan sukarela tanpa imbalan jasa, sebagai modal usaha.
11. Modal
Penyertaan adalah penyetoran modal pada Koperasi berupa uang dan/atau barang
yang dapat dinilai dengan uang yang disetorkan oleh perorangan dan/atau badan
hukum untuk menambah dan memperkuat permodalan Koperasi guna meningkatkan
kegiatan usahanya.
12.
Selisih Hasil Usaha adalah Surplus Hasil
Usaha atau Defisit Hasil Usaha yang diperoleh dari hasil usaha atau pendapatan
Koperasi dalam satu tahun buku setelah dikurangi dengan pengeluaran atas
berbagai beban usaha.
13.
Simpanan adalah sejumlah uang yang disimpan
oleh Anggota kepada Koperasi Simpan Pinjam, dengan memperoleh jasa dari
Koperasi Simpan Pinjam sesuai perjanjian.
14. Pinjaman
adalah penyediaan uang oleh Koperasi Simpan Pinjam kepada Anggota sebagai
peminjam berdasarkan perjanjian, yang mewajibkan peminjam untuk melunasi dalam
jangka waktu tertentu dan membayar jasa.
15.
Koperasi Simpan Pinjam adalah Koperasi yang
menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha.
16.
Unit
Simpan Pinjam adalah salah satu unit usaha Koperasi non-Koperasi Simpan Pinjam
yang
17. Gerakan
Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan Perkoperasian yang
bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita dan tujuan Koperasi.
18.
Dewan Koperasi Indonesia adalah organisasi
yang didirikan dari dan oleh Gerakan Koperasi untuk memperjuangkan kepentingan
dan menyalurkan aspirasi Koperasi.
19.
Hari
adalah hari kalender.
20.
Menteri
adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.
BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Pasal 2
Koperasi
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Pasal 3
Koperasi berdasar atas asas kekeluargaan.
Pasal 4
Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan
Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan
berkeadilan.
BAB III
NILAI DAN PRINSIP
Pasal 5
(1)
Nilai
yang mendasari kegiatan Koperasi yaitu:
a.
kekeluargaan;
b.
menolong
diri sendiri;
c.
bertanggung
jawab;
d.
demokrasi;
e.
persamaan;
f.
berkeadilan;
dan
g.
kemandirian.
(2)
Nilai
yang diyakini Anggota Koperasi yaitu:
a.
kejujuran;
b.
keterbukaan;
c.
tanggung
jawab; dan
d.
kepedulian
terhadap orang lain.
Pasal 6
(1)
Koperasi
melaksanakan Prinsip Koperasi yang meliputi:
a.
keanggotaan
Koperasi bersifat sukarela dan terbuka;
b.
pengawasan
oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis;
c.
Anggota
berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi;
d.
Koperasi
merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen;
e.
Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan
informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan
Koperasi;
f.
Koperasi melayani anggotanya secara prima dan
memperkuat Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada
tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan
g.
Koperasi bekerja untuk pembangunan
berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang
disepakati oleh Anggota.
(2)
Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menjadi sumber inspirasi dan menjiwai secara keseluruhan organisasi
dan kegiatan usaha Koperasi sesuai dengan maksud dan tujuan pendiriannya.
BAB IV
PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR, PERUBAHAN
ANGGARAN DASAR, DAN PENGUMUMAN
Bagian Kesatu
Pendirian
Pasal 7
(1)
Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit
20 (dua puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri
atau Anggota sebagai modal awal Koperasi.
(2)
Koperasi
Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer.
Pasal 8
(1)
Koperasi mempunyai tempat kedudukan di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditentukan dalam Anggaran
Dasar.
(2)
Wilayah
keanggotaan Koperasi ditentukan dalam Anggaran Dasar.
(3)
Tempat
kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan kantor pusat
Koperasi.
(4)
Koperasi
mempunyai alamat lengkap di tempat kedudukannya.
(5)
Dalam semua surat menyurat, pengumuman yang
diterbitkan oleh Koperasi, barang cetakan, dan akta dalam hal Koperasi menjadi
pihak harus disebutkan nama dan alamat lengkap Koperasi.
Pasal 9
(1)
Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 dilakukan dengan Akta Pendirian Koperasi yang dibuat oleh Notaris dalam
bahasa Indonesia.
(2)
Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat
Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Akta Pendirian Koperasi dapat
dibuat oleh Camat yang telah disahkan sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi
oleh Menteri.
(3)
Notaris yang membuat Akta Pendirian Koperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Notaris yang terdaftar pada
Kementerian yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang Koperasi.
Pasal 10
(1)
Akta Pendirian Koperasi memuat Anggaran Dasar
dan keterangan yang berkaitan dengan pendirian Koperasi.
(2)
Keterangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a.
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir,
tempat tinggal, dan pekerjaan pendiri perseorangan atau nama, tempat kedudukan,
dan alamat lengkap, serta nomor dan tanggal pengesahan badan hukum Koperasi
pendiri bagi Koperasi Sekunder; dan
b.
susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal
lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan Pengawas dan Pengurus yang pertama kali
diangkat.
(3)
Dalam pembuatan Akta Pendirian Koperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang pendiri dapat diwakili oleh pendiri
lain berdasarkan surat kuasa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4)
Permohonan Akta Pendirian Koperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh para pendiri
secara bersama-sama atau kuasanya kepada Menteri untuk mendapatkan pengesahan
sebagai badan hukum.
(5)
Ketentuan mengenai tata cara dan persyaratan
permohonan pengesahan Koperasi sebagai badan hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 11
Apabila permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (4) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya
permohonan, Menteri harus menolak permohonan secara tertulis disertai
alasannya.
Pasal 12
(1)
Terhadap penolakan permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, para pendiri atau kuasanya dapat mengajukan permohonan
ulang dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya
penolakan.
(2)
Keputusan terhadap pengajuan permohonan ulang
diberikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan
permohonan ulang.
(3)
Keputusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan keputusan pertama dan terakhir.
Pasal 13
(1)
Koperasi memperoleh pengesahan sebagai badan
hukum setelah Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(1) disahkan oleh Menteri.
(2)
Pengesahan Koperasi sebagai badan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu paling lambat
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
(3)
Dalam hal Menteri tidak melakukan pengesahan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Akta Pendirian Koperasi
dianggap sah.
Pasal 14
(1)
Dalam hal setelah Koperasi disahkan,
Anggotanya berkurang dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 maka dalam
jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut,
Koperasi yang bersangkutan wajib memenuhi jumlah minimal keanggotaan.
(2)
Setelah melampaui jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Anggota Koperasi tetap kurang dari jumlah minimal
keanggotaan maka Anggota Koperasi bertanggung jawab secara pribadi atas segala
perikatan atau kerugian yang terjadi dan Koperasi tersebut wajib dibubarkan
oleh Menteri.
Pasal 15
(1)
Setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh
Anggota, Pengurus, dan/atau Pengawas sebelum Koperasi mendapat pengesahan
menjadi badan hukum dan perbuatan hukum tersebut diterima oleh Koperasi,
Koperasi berkewajiban mengambil alih serta mengukuhkan setiap perbuatan hukum
tersebut.
(2)
Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak diterima, tidak diambil alih, atau tidak
dikukuhkan oleh Koperasi, masing-masing Anggota, Pengurus, dan/atau Pengawas
bertanggung jawab secara pribadi atas setiap akibat hukum yang ditimbulkan.
Bagian Kedua
Anggaran Dasar
Pasal 16
(1)
Anggaran
Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a.
nama
dan tempat kedudukan;
b.
wilayah
keanggotaan;
c.
tujuan,
kegiatan usaha, dan jenis Koperasi;
d.
jangka
waktu berdirinya Koperasi;
e.
ketentuan
mengenai modal Koperasi;
f.
tata
cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas dan Pengurus;
g.
hak
dan kewajiban Anggota, Pengawas, dan Pengurus;
h.
ketentuan
mengenai syarat keanggotaan;
i.
ketentuan
mengenai Rapat Anggota;
j.
ketentuan
mengenai penggunaan Selisih Hasil Usaha;
k.
ketentuan
mengenai perubahan Anggaran Dasar;
l.
ketentuan
mengenai pembubaran;
m.
ketentuan
mengenai sanksi; dan
n.
ketentuan
mengenai tanggungan Anggota.
(2)
Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilarang memuat ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri
atau pihak lain.
Pasal 17
(1)
Koperasi
dilarang memakai nama yang:
a.
telah
dipakai secara sah oleh Koperasi lain dalam satu kabupaten atau kota;
b.
bertentangan
dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; dan/atau
c.
sama atau mirip dengan nama lembaga negara,
lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang
bersangkutan.
(2)
Nama
Koperasi Sekunder harus memuat kata ”Koperasi” dan diakhiri dengan singkatan
”(Skd)”.
(3)
Kata “Koperasi” dilarang digunakan oleh badan
usaha yang didirikan tidak menurut ketentuan Undang-Undang ini.
(4)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian nama Koperasi diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 18
(1)
Koperasi wajib mempunyai tujuan dan kegiatan
usaha yang sesuai dengan jenis Koperasi dan harus dicantumkan dalam Anggaran
Dasar.
(2)
Tujuan dan kegiatan Koperasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan kebutuhan ekonomi Anggota dan jenis
Koperasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Perubahan Anggaran Dasar
Pasal 19
(1)
Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) dapat diubah oleh Rapat Anggota apabila dihadiri oleh paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah Anggota Koperasi dan disetujui
oleh paling sedikit 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah Anggota yang hadir.
(2)
Usul
perubahan Anggaran Dasar dilampirkan dalam surat undangan kepada Anggota.
(3)
Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat
dilakukan pada saat Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan, kecuali atas persetujuan pengadilan.
(4)
Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan Akta Perubahan Anggaran Dasar dan dibuat dalam
bahasa Indonesia.
Pasal 20
(1)
Perubahan
Anggaran Dasar yang berkaitan dengan hal tertentu harus mendapat persetujuan
Menteri.
(2)
Hal
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
nama;
b.
tempat
kedudukan;
c.
wilayah
keanggotaan;
d.
tujuan;
e.
kegiatan
usaha; dan/atau
f.
jangka
waktu berdirinya Koperasi apabila Anggaran Dasar menetapkan jangka waktu
tertentu.
(3)
Perubahan Anggaran Dasar selain yang
berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) cukup diberitahukan
kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak Akta Perubahan Anggaran Dasar dibuat.
Pasal 21
(1)
Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (1) mulai berlaku sejak tanggal persetujuan Menteri.
(2)
Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (3) berlaku sejak tanggal diterimanya pemberitahuan Akta
Perubahan Anggaran Dasar tersebut oleh Menteri.
Pasal 22
Permohonan persetujuan atas perubahan
Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ditolak apabila:
a.
bertentangan
dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan Anggaran Dasar; dan/atau
b.
isi perubahan Anggaran Dasar bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau
kesusilaan.
Pasal 23
Ketentuan mengenai tata cara pengajuan
permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar dan penolakan atas perubahan
Anggaran Dasar dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 sampai dengan Pasal 15.
Bagian Keempat
Pengumuman
Pasal 24
(1)
Akta Pendirian Koperasi dan Akta Perubahan
Anggaran Dasar yang telah disahkan oleh Menteri, harus diumumkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
(2)
Pengumuman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri.
Pasal 25
(1)
Menteri
menyelenggarakan Daftar Umum Koperasi.
(2)
Daftar
Umum Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
mencantumkan:
a.
nama dan tempat kedudukan, kegiatan usaha,
jangka waktu pendirian, nama Pengawas dan Pengurus, jumlah Anggota;
b.
alamat
lengkap Koperasi;
c.
nomor dan tanggal Akta Pendirian Koperasi
serta nomor dan tanggal surat pengesahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1);
d.
nomor dan tanggal Akta Perubahan Anggaran
Dasar dan surat persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat
(1);
e.
nomor dan tanggal Akta Perubahan Anggaran
Dasar yang telah diberitahukan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (2);
f.
nama dan tempat kedudukan Notaris atau Camat
yang membuat Akta Pendirian Koperasi atau Akta Perubahan Anggaran Dasar; dan
g.
nomor
dan tanggal Akta Pembubaran yang telah diberitahukan kepada Menteri.
(3)
Daftar
Umum Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka untuk umum.
BAB V
KEANGGOTAAN
Pasal 26
(1)
Anggota
Koperasi merupakan pemilik dan sekaligus pengguna jasa Koperasi.
(2)
Keanggotaan
Koperasi dicatat dalam buku daftar Anggota.
(3)
Keanggotaan Koperasi bersifat terbuka bagi
semua yang bisa dan mampu menggunakan jasa Koperasi dan bersedia menerima
tanggung jawab keanggotaan.
Pasal 27
(1)
Anggota Koperasi Primer merupakan orang
perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum, mempunyai kesamaan
kepentingan ekonomi, bersedia menggunakan jasa Koperasi, dan memenuhi
persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2)
Anggota Koperasi Sekunder merupakan Koperasi
yang mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi dan memenuhi persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 28
(1)
Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau
diakhiri setelah persyaratan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dipenuhi.
(2)
Keanggotaan
Koperasi tidak dapat dipindahtangankan.
Pasal 29
(1)
Anggota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) mempunyai kewajiban:
a.
mematuhi
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan keputusan Rapat Anggota;
b.
berpartisipasi
aktif dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi; dan
c.
mengembangkan
dan memelihara nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2)
Anggota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) mempunyai hak:
a.
menghadiri,
menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota;
b.
mengemukakan pendapat atau saran kepada
Pengurus di luar Rapat Anggota baik diminta atau tidak;
c.
memilih
dan/atau dipilih menjadi Pengawas atau Pengurus;
d.
meminta
diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar;
e.
memanfaatkan
jasa yang disediakan oleh Koperasi;
f.
mendapat keterangan mengenai perkembangan
Koperasi sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar; dan
g.
mendapatkan
Selisih Hasil Usaha Koperasi dan kekayaan sisa hasil penyelesaian Koperasi.
Pasal 30
(1)
Koperasi dapat menjatuhkan sanksi kepada
Anggota yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (1).
(2)
Sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.
teguran
tertulis paling banyak 2 (dua) kali; dan/atau
b.
pencabutan
status keanggotaan.
(3)
Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Anggaran Dasar.
BAB VI
PERANGKAT ORGANISASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 31
Koperasi
mempunyai perangkat organisasi Koperasi yang terdiri atas Rapat Anggota,
Pengawas, dan Pengurus.
Bagian Kedua
Rapat Anggota
Pasal 32
Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan
tertinggi dalam Koperasi.
Pasal 33
Rapat Anggota berwenang:
a.
menetapkan
kebijakan umum Koperasi;
b.
mengubah
Anggaran Dasar;
c.
memilih,
mengangkat, dan memberhentikan Pengawas dan Pengurus;
d.
menetapkan
rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
e.
menetapkan batas maksimum Pinjaman yang dapat
dilakukan oleh Pengurus untuk dan atas nama Koperasi;
f.
meminta keterangan dan mengesahkan
pertanggungjawaban Pengawas dan Pengurus dalam pelaksanaan tugas masing-masing;
g.
menetapkan
pembagian Selisih Hasil Usaha;
h.
memutuskan
penggabungan, peleburan, kepailitan, dan pembubaran Koperasi; dan
i.
menetapkan
keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang ini.
Pasal 34
(1)
Rapat
Anggota diselenggarakan oleh Pengurus.
(2)
Rapat
Anggota dihadiri oleh Anggota, Pengawas, dan Pengurus.
(3)
Kuorum
Rapat Anggota diatur dalam Anggaran Dasar.
(4)
Undangan kepada Anggota untuk menghadiri
Rapat Anggota dikirim oleh Pengurus paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum
Rapat Anggota diselenggarakan.
(5)
Undangan dilakukan dengan surat yang
sekurang-kurangnya mencantumkan hari, tanggal, waktu, tempat, dan acara Rapat
Anggota, disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibahas dalam Rapat
Anggota tersedia di kantor Koperasi.
Pasal 35
(1)
Keputusan
Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2)
Apabila tidak diperoleh keputusan melalui
cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keputusan diambil berdasarkan suara
terbanyak.
(3)
Dalam
pemungutan suara setiap Anggota mempunyai satu hak suara.
(4)
Hak suara pada Koperasi Sekunder diatur dalam
Anggaran Dasar dengan mempertimbangkan jumlah Anggota.
Pasal 36
(1)
Rapat
Anggota diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2)
Rapat Anggota untuk mengesahkan
pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan paling lambat 5 (lima) bulan
setelah tahun buku Koperasi ditutup.
(3)
Dalam hal Koperasi tidak menyelenggarakan
Rapat Anggota dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
dapat memerintahkan Koperasi untuk menyelenggarakan Rapat Anggota melalui
undangan pemanggilan kedua.
(4)
Undangan pemanggilan kedua dilakukan paling
lambat 14 (empat belas) hari sebelum Rapat Anggota diselenggarakan.
(5)
Rapat Anggota kedua dapat dilangsungkan dan
berhak mengambil keputusan apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 1/5 (satu
perlima) jumlah Anggota.
(6)
Keputusan
Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(7)
Apabila tidak diperoleh keputusan melalui
cara sebagaimana dimaksud pada ayat (6), keputusan diambil berdasarkan suara
terbanyak dari jumlah Anggota yang hadir.
Pasal 37
(1)
Dalam Rapat Anggota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (2) Pengurus wajib mengajukan laporan pertanggungjawaban
tahunan yang berisi:
a.
laporan
mengenai keadaan dan jalannya Koperasi serta hasil yang telah dicapai;
b.
rincian
masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan Koperasi;
c.
laporan keuangan yang sekurang-kurangnya
terdiri dari neraca akhir dan perhitungan hasil usaha tahun buku yang
bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut;
d.
laporan
Pengawas;
e.
nama
Pengawas dan Pengurus; dan
f.
besar
imbalan bagi Pengawas serta gaji dan tunjangan lain bagi Pengurus.
(2)
Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dibuat berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.
(3)
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, Pengurus wajib memberikan penjelasan dan
alasannya.
(4)
Laporan
keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditandatangani oleh
Pengurus.
Pasal 38
(1)
Laporan pertanggungjawaban tahunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ditandatangani oleh semua Pengurus.
(2)
Apabila salah seorang Pengurus tidak
menandatangani laporan pertanggungjawaban tahunan tersebut, Pengurus yang
bersangkutan harus menjelaskan alasannya secara tertulis.
Pasal 39
Persetujuan
terhadap laporan pertanggungjawaban tahunan merupakan penerimaan terhadap
pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota.
Pasal 40
(1)
Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (1) huruf c harus diaudit oleh Akuntan Publik apabila:
a.
diminta
oleh Menteri; atau
b.
Rapat
Anggota menghendakinya.
(2)
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dipenuhi, pengesahan laporan pertanggungjawaban tahunan oleh
Rapat Anggota dinyatakan tidak sah.
Pasal 41
Rapat Anggota dianggap sah apabila
diselenggarakan sesuai dengan persyaratan dan tata cara Rapat Anggota yang
ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 42
(1)
Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36, dapat diselenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa apabila keadaan
mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenang pengambilannya ada pada
Rapat Anggota.
(2)
Penyelenggaraan Rapat Anggota Luar Biasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas prakarsa Pengurus atau atas
permintaan paling sedikit 1/5 (satu perlima) jumlah Anggota.
(3)
Permintaan Anggota kepada Pengurus untuk
menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diajukan secara tertulis dengan disertai alasan dan daftar tanda tangan
Anggota.
(4)
Rapat Anggota Luar Biasa yang diselenggarakan
atas permintaan Anggota hanya dapat membahas masalah yang berkaitan dengan
alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5)
Rapat Anggota Luar Biasa mempunyai wewenang
yang sama dengan wewenang Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.
Pasal 43
(1)
Rapat Anggota Luar Biasa yang diselenggarakan
untuk memutuskan penggabungan, peleburan, atau pembubaran Koperasi dianggap sah
apabila sudah mencapai kuorum yaitu dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) jumlah Anggota.
(2)
Keputusan Rapat Anggota Luar Biasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah apabila disetujui oleh paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) jumlah suara yang sah.
(3)
Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak tercapai, Pengurus dapat menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa
kedua pada waktu paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling lambat 30 (tiga
puluh) hari dihitung dari tanggal rencana penyelenggaraan Rapat Anggota Luar
Biasa pertama yang gagal diselenggarakan.
(4)
Ketentuan
tentang kuorum dan pengesahan keputusan dalam Rapat Anggota Luar Biasa kedua
sama dengan ketentuan dalam Rapat Anggota Luar Biasa pertama sebagaimana diatur
pada ayat (1) dan ayat (2).
(5)
Dalam hal kuorum Rapat Anggota Luar Biasa
kedua tidak tercapai, atas permohonan Pengurus kuorum ditetapkan oleh Ketua
Pengadilan.
Pasal 44
(1)
Ketua Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan Koperasi dapat memberikan izin kepada Anggota
Koperasi untuk:
a.
melakukan pemanggilan Rapat Anggota, atas
permintaan paling sedikit 1/5 (satu perlima) dari jumlah Anggota apabila
Pengurus tidak menyelenggarakan Rapat Anggota pada waktu yang telah ditentukan;
atau
b.
melakukan pemanggilan Rapat Anggota Luar
Biasa, atas permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, apabila setelah 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak permintaan dari Anggota, Pengurus tidak
menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa.
(2)
Dalam hal Rapat Anggota atau Rapat Anggota
Luar Biasa diselenggarakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengadilan
dapat memerintahkan Pengurus dan/atau Pengawas untuk hadir.
(3)
Apabila perintah Ketua Pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak dilaksanakan, Ketua Pengadilan dapat memaksa
Pengurus dan/atau Pengawas untuk hadir.
(4)
Penetapan Ketua Pengadilan mengenai pemberian
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penetapan instansi pertama
dan terakhir.
Pasal 45
(1)
Koperasi Primer yang jumlah anggotanya paling
sedikit 500 (lima ratus) orang dapat menyelenggarakan Rapat Anggota melalui
delegasi Anggota.
(2)
Ketentuan mengenai Rapat Anggota melalui
delegasi Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran
Dasar.
Pasal 46
Setiap penyelenggaraan Rapat Anggota wajib dibuat Risalah
Rapat Anggota yang disertai tanda tangan pimpinan rapat dan paling sedikit 1
(satu) orang Anggota yang ditunjuk oleh Rapat Anggota.
Pasal 47
Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara, dan ketentuan lain mengenai
penyelenggaraan Rapat Anggota dan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 46 diatur dalam Anggaran Dasar.
Bagian Ketiga
Pengawas
Pasal 48
(1)
Pengawas
dipilih dari dan oleh Anggota pada Rapat Anggota.
(2)
Persyaratan
untuk dipilih menjadi Pengawas meliputi:
a.
tidak pernah menjadi Pengawas atau Pengurus
suatu Koperasi atau komisaris atau direksi suatu perusahaan yang dinyatakan
bersalah karena menyebabkan Koperasi atau perusahaan itu dinyatakan pailit; dan
b.
tidak pernah dihukum karena melakukan tindak
pidana yang merugikan korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan
dengan sektor keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
(3)
Persyaratan
lain untuk dapat dipilih menjadi Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 49
(1)
Untuk pertama kalinya susunan dan nama
Pengawas dicantumkan dalam Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (2) huruf b.
(2)
Susunan
Pengawas dicantumkan dalam Anggaran Dasar.
(3)
Jumlah
imbalan bagi Pengawas ditetapkan dalam Rapat Anggota.
(4)
Pengawas
diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
(5)
Pengawas
dilarang merangkap sebagai Pengurus.
Pasal 50
(1)
Pengawas
bertugas:
a.
mengusulkan
calon Pengurus;
b.
memberi
nasihat dan pengawasan kepada Pengurus;
c.
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan dan pengelolaan Koperasi yang dilakukan oleh Pengurus; dan
d.
melaporkan
hasil pengawasan kepada Rapat Anggota.
(2)
Pengawas
berwenang:
a.
menetapkan penerimaan dan penolakan Anggota
baru serta pemberhentian Anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;
b.
meminta dan mendapatkan segala keterangan
yang diperlukan dari Pengurus dan pihak lain yang terkait;
c.
mendapatkan
laporan berkala tentang perkembangan usaha dan kinerja Koperasi dari Pengurus;
d.
memberikan persetujuan atau bantuan kepada
Pengurus dalam melakukan perbuatan hukum tertentu yang ditetapkan dalam
Anggaran Dasar; dan
e.
dapat
memberhentikan Pengurus untuk sementara waktu dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 51
(1)
Pengawas
wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk
kepentingan
(2)
Pengawas
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Rapat Anggota.
Pasal 52
(1)
Dalam melaksanakan tugas pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf c, Pengawas dapat meminta
bantuan kepada Akuntan Publik untuk melakukan jasa audit terhadap Koperasi.
(2)
Penunjukan
Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Rapat
Anggota.
Pasal 53
(1)
Pengawas
dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan menyebutkan
alasannya.
(2)
Keputusan untuk memberhentikan Pengawas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat ditetapkan setelah yang
bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam Rapat Anggota, kecuali
yang bersangkutan menerima keputusan pemberhentian tersebut.
(3)
Ketentuan mengenai tanggung jawab Pengawas
atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam Undang-Undang ini tidak
mengurangi ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasal 54
Ketentuan mengenai pengisian
jabatan Pengawas yang kosong atau dalam hal Pengawas diberhentikan atau
berhalangan tetap, diatur dalam Anggaran Dasar.
Bagian Keempat
Pengurus
Pasal 55
(1)
Pengurus
dipilih dari orang perseorangan, baik Anggota maupun non-Anggota.
(2)
Orang
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a.
mampu
melaksanakan perbuatan hukum;
b.
memiliki
kemampuan mengelola usaha Koperasi;
c.
tidak pernah menjadi Pengawas atau Pengurus
suatu Koperasi atau komisaris atau direksi suatu perusahaan yang dinyatakan
bersalah karena menyebabkan Koperasi atau perusahaan itu dinyatakan pailit; dan
d.
tidak pernah dihukum karena melakukan tindak
pidana yang merugikan korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan
dengan sektor keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
(3)
Persyaratan
lain untuk dapat dipilih menjadi Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 56
(1)
Pengurus
dipilih dan diangkat pada Rapat Anggota atas usul Pengawas.
(2)
Untuk pertama kali pengangkatan Pengurus
dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama Pengurus dalam Akta Pendirian
Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b.
(3)
Pengurus
diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali.
(4)
Ketentuan mengenai tata cara pencalonan,
pemilihan, pengangkatan, jangka waktu kepengurusan, pemberhentian, dan
penggantian Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 57
(1)
Ketentuan
mengenai susunan, pembagian tugas, dan wewenang Pengurus diatur dalam Anggaran
Dasar.
(2)
Gaji
dan tunjangan setiap Pengurus ditetapkan oleh Rapat Anggota atas usul Pengawas.
Pasal 58
(1)
Pengurus
bertugas:
a.
mengelola
Koperasi berdasarkan Anggaran Dasar;
b.
mendorong
dan memajukan usaha Anggota;
c.
menyusun rancangan rencana kerja serta
rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi untuk diajukan kepada Rapat
Anggota;
d.
menyusun laporan keuangan dan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk diajukan kepada Rapat Anggota;
e.
menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan
komunikasi Koperasi untuk diajukan kepada Rapat Anggota;
f.
menyelenggarakan
pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
g.
menyelenggarakan
pembinaan karyawan secara efektif dan efisien;
h.
memelihara Buku Daftar Anggota, Buku Daftar
Pengawas, Buku Daftar Pengurus, Buku Daftar Pemegang Sertifikat Modal Koperasi,
dan risalah Rapat Anggota; dan
i.
melakukan upaya lain bagi kepentingan,
kemanfaatan, dan kemajuan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan
keputusan Rapat Anggota.
(2)
Pengurus
berwenang mewakili Koperasi di dalam maupun di luar pengadilan.
Pasal 59
(1)
Setiap Pengurus berwenang mewakili Koperasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2), kecuali ditentukan lain dalam
Anggaran Dasar.
(2)
Pembatasan wewenang Pengurus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(3)
Pengurus
tidak berwenang mewakili Koperasi apabila:
a.
terjadi
perkara di depan pengadilan antara Koperasi dan Pengurus yang bersangkutan;
atau
b.
Pengurus yang bersangkutan mempunyai
kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Koperasi.
(4)
Ketentuan
mengenai siapa yang berhak mewakili Koperasi dalam hal terjadi kondisi
sebagaimana
Pasal 60
(1)
Setiap Pengurus wajib menjalankan tugas
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan usaha
Koperasi.
(2)
Pengurus bertanggung jawab atas kepengurusan
Koperasi untuk kepentingan dan pencapaian tujuan Koperasi kepada Rapat Anggota.
(3)
Setiap Pengurus bertanggung jawab penuh
secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah menjalankan tugasnya sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)
Pengurus yang karena kesalahannya menimbulkan
kerugian pada Koperasi dapat digugat ke pengadilan oleh sejumlah Anggota yang
mewakili paling sedikit 1/5 (satu perlima) Anggota atas nama Koperasi.
(5)
Ketentuan mengenai tanggung jawab Pengurus
atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam Undang-Undang ini tidak
mengurangi ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasal 61
Pengurus wajib terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan Rapat Anggota dalam hal Koperasi akan:
a.
mengalihkan
aset atau kekayaan Koperasi;
b.
menjadikan
jaminan utang atas aset atau kekayaan Koperasi;
c.
menerbitkan
obligasi atau surat utang lainnya;
d.
mendirikan
atau menjadi Anggota Koperasi Sekunder; dan/atau
e.
memiliki
dan mengelola perusahaan bukan Koperasi.
Pasal 62
(1)
Pengurus dapat mengajukan permohonan ke
pengadilan niaga agar Koperasi dinyatakan pailit hanya apabila diputuskan dalam
Rapat Anggota.
(2)
Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan
atau kelalaian Pengurus yang dinyatakan berdasarkan keputusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap, Pengurus yang melakukan kesalahan dan kelalaian
bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 63
(1)
Pengurus
dapat diberhentikan untuk sementara oleh Pengawas dengan menyebutkan alasannya.
(2)
Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diadakan Rapat
Anggota.
(3)
Rapat Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara tersebut atau
memberhentikan Pengurus yang bersangkutan.
(4)
Apabila dalam jangka waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari tidak diadakan Rapat Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), pemberhentian sementara tersebut dinyatakan batal.
Pasal 64
(1)
Pengurus
dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan menyebutkan
alasannya.
(2)
Keputusan untuk memberhentikan Pengurus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diambil setelah yang
bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam Rapat Anggota.
(3)
Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mengakibatkan kedudukan sebagai Pengurus berakhir.
Pasal 65
Ketentuan mengenai pengisian sementara jabatan Pengurus
yang kosong atau dalam hal Pengurus diberhentikan untuk sementara atau
berhalangan tetap diatur dalam Anggaran Dasar.
BAB VII
MODAL
Pasal 66
(1)
Modal
Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi sebagai modal
awal.
(2)
Selain
modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) modal Koperasi dapat berasal dari:
a.
Hibah;
b.
Modal
Penyertaan;
c.
modal
pinjaman yang berasal dari:
1.
Anggota;
2.
Koperasi
lainnya dan/atau Anggotanya;
3.
bank
dan lembaga keuangan lainnya;
4.
penerbitan
obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau
5.
Pemerintah
dan Pemerintah Daerah.
dan/atau
d.
sumber lain yang sah yang tidak bertentangan
dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 67
(1)
Setoran Pokok dibayarkan oleh Anggota pada
saat yang bersangkutan mengajukan permohonan sebagai Anggota dan tidak dapat
dikembalikan.
(2)
Setoran Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus telah disetor penuh dengan bukti penyetoran yang sah.
(3)
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara
penetapan Setoran Pokok pada suatu Koperasi diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 68
(1)
Setiap Anggota Koperasi harus membeli
Sertifikat Modal Koperasi yang jumlah minimumnya ditetapkan dalam Anggaran
Dasar.
(2)
Koperasi harus menerbitkan Sertifikat Modal
Koperasi dengan nilai nominal per lembar maksimum sama dengan nilai Setoran
Pokok.
(3)
Pembelian Sertifikat Modal Koperasi dalam
jumlah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda bukti
penyertaan modal Anggota di Koperasi.
(4)
Kepada
setiap Anggota diberikan bukti penyetoran atas Sertifikat Modal Koperasi yang
telah disetornya.
Pasal 69
(1)
Sertifikat
Modal Koperasi tidak memiliki hak suara.
(2)
Sertifikat
Modal Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan atas nama.
(3)
Nilai
nominal Sertifikat Modal Koperasi harus dicantumkan dalam mata uang Republik
Indonesia.
(4)
Penyetoran atas Sertifikat Modal Koperasi
dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya yang dapat
dinilai dengan uang.
(5)
Dalam hal penyetoran atas Sertifikat Modal
Koperasi dalam bentuk lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan
penilaian untuk memperoleh nilai pasar wajar.
(6)
Koperasi wajib memelihara daftar pemegang
Sertifikat Modal Koperasi dan daftar pemegang Modal Penyertaan yang
sekurang-kurangnya memuat:
a.
nama
dan alamat pemegang Sertifikat Modal Koperasi dan pemegang Modal Penyertaan;
b.
jumlah
lembar, nomor, dan tanggal perolehan Sertifikat Modal Koperasi dan Modal
Penyertaan;
c.
jumlah
dan nilai Sertifikat Modal Koperasi dan nilai Modal Penyertaan; dan
d.
perubahan
kepemilikan Sertifikat Modal Koperasi.
Pasal 70
(1)
Pemindahan Sertifikat Modal Koperasi kepada
Anggota yang lain tidak boleh menyimpang dari ketentuan tentang kepemilikan
Sertifikat Modal Koperasi dalam jumlah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
68.
(2)
Pemindahan
Sertifikat Modal Koperasi oleh seorang Anggota dianggap sah jika:
a.
Sertifikat
Modal Koperasi telah dimiliki paling singkat selama 1 (satu) tahun;
b.
pemindahan
dilakukan kepada Anggota lain dari Koperasi yang bersangkutan;
c.
pemindahan
dilaporkan kepada Pengurus; dan/atau
d.
belum ada Anggota lain atau Anggota baru yang
bersedia membeli Sertifikat Modal Koperasi untuk sementara Koperasi dapat
membeli lebih dahulu dengan menggunakan Surplus Hasil Usaha tahun berjalan
sebagai dana talangan dengan jumlah paling banyak 20% (dua puluh persen) dari
Surplus Hasil Usaha tahun buku tersebut.
(3)
Dalam hal keanggotaan diakhiri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Anggota yang bersangkutan wajib menjual
Sertifikat Modal Koperasi yang dimilikinya kepada Anggota lain dari Koperasi
yang bersangkutan berdasarkan harga Sertifikat Modal Koperasi yang ditentukan
Rapat Anggota.
(4)
Pasal 71
Perubahan nilai Sertifikat Modal Koperasi
mengikuti standar akuntansi keuangan yang berlaku dan ditetapkan dalam Rapat
Anggota.
Pasal 72
(1)
Sertifikat Modal Koperasi dari seorang
Anggota yang meninggal dapat dipindahkan kepada ahli waris yang memenuhi syarat
dan/atau bersedia menjadi Anggota.
(2)
Dalam hal ahli waris tidak memenuhi syarat
dan/atau tidak bersedia menjadi Anggota, Sertifikat Modal Koperasi dapat
dipindahkan kepada Anggota lain oleh Pengurus dan hasilnya diserahkan kepada
ahli waris yang bersangkutan.
Pasal 73
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara penjualan dan pemindahan Sertifikat Modal Koperasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 72 diatur dalam
Anggaran Dasar.
Pasal 74
(1)
Hibah yang diberikan oleh pihak ketiga yang
berasal dari sumber modal asing, baik langsung maupun tidak langsung, dapat
diterima oleh suatu Koperasi dan dilaporkan kepada Menteri.
(2)
Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Anggota,
Pengurus, dan Pengawas.
(3)
Ketentuan
mengenai Hibah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 75
(1)
Koperasi
dapat menerima Modal Penyertaan dari:
a.
Pemerintah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b.
masyarakat
berdasarkan perjanjian penempatan Modal Penyertaan.
(2)
Pemerintah dan/atau masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib turut menanggung risiko dan bertanggung jawab
terhadap kerugian usaha yang dibiayai dengan Modal Penyertaan sebatas nilai
Modal Penyertaan yang ditanamkan dalam Koperasi.
(3)
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berlaku juga dalam hal Pemerintah dan/atau masyarakat turut serta dalam
pengelolaan usaha yang dibiayai dengan Modal Penyertaan dan/atau turut
menyebabkan terjadinya kerugian usaha yang dibiayai dengan Modal Penyertaan.
(4)
Pemerintah dan/atau masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berhak mendapat bagian keuntungan yang diperoleh dari
usaha yang dibiayai dengan Modal Penyertaan.
Pasal 76
Perjanjian
penempatan Modal Penyertaan dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
ayat (1) huruf b sekurang-kurangnya memuat:
a.
besarnya
Modal Penyertaan;
b.
risiko
dan tanggung jawab terhadap kerugian usaha;
c.
pengelolaan
usaha; dan
d.
hasil
usaha.
Pasal 77
Ketentuan
lebih lanjut mengenai modal Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 sampai
dengan Pasal 76 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
SELISIH HASIL USAHA DAN DANA CADANGAN
Bagian Kesatu
Surplus Hasil Usaha
Pasal 78
(1)
Mengacu pada ketentuan Anggaran Dasar dan
keputusan Rapat Anggota, Surplus Hasil Usaha disisihkan terlebih dahulu untuk
Dana Cadangan dan sisanya digunakan seluruhnya atau sebagian untuk:
a.
Anggota sebanding dengan transaksi usaha yang
dilakukan oleh masing-masing Anggota dengan Koperasi;
b.
Anggota
sebanding dengan Sertifikat Modal Koperasi yang dimiliki;
c.
pembayaran
bonus kepada Pengawas, Pengurus, dan karyawan Koperasi;
d.
pembayaran
kewajiban kepada dana pembangunan Koperasi dan kewajiban lainnya; dan/atau
e.
penggunaan
lain yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2)
Koperasi dilarang membagikan kepada Anggota
Surplus Hasil Usaha yang berasal dari transaksi dengan non-Anggota.
(3)
Surplus Hasil Usaha yang berasal dari
non-Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan untuk
mengembangkan usaha Koperasi dan meningkatkan pelayanan kepada Anggota.
Bagian Kedua
Defisit Hasil Usaha
Pasal 79
(1)
Dalam
hal terdapat Defisit Hasil Usaha, Koperasi dapat menggunakan Dana Cadangan.
(2)
Penggunaan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan Rapat Anggota.
(3)
Dalam
hal Dana Cadangan yang ada tidak cukup untuk menutup Defisit Hasil Usaha,
defisit tersebut
Pasal 80
Dalam hal terdapat Defisit Hasil Usaha pada
Koperasi Simpan Pinjam, Anggota wajib menyetor tambahan Sertifikat Modal
Koperasi.
Bagian Ketiga
Dana Cadangan
Pasal 81
(1)
Dana
Cadangan dikumpulkan dari penyisihan sebagian Selisih Hasil Usaha.
(2)
Koperasi harus menyisihkan Surplus Hasil
Usaha untuk Dana Cadangan sehingga menjadi paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari nilai Sertifikat Modal Koperasi.
(3)
Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
dipergunakan untuk menutup kerugian Koperasi.
BAB IX
JENIS, TINGKATAN, DAN USAHA
Bagian Kesatu
Jenis
Pasal 82
(1)
Setiap
Koperasi mencantumkan jenis Koperasi dalam Anggaran Dasar.
(2)
Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) didasarkan pada kesamaan kegiatan usaha dan/atau kepentingan ekonomi
Anggota.
Pasal 83
Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 82 terdiri dari:
a.
Koperasi
konsumen;
b.
Koperasi
produsen;
c.
Koperasi
jasa; dan
d.
Koperasi
Simpan Pinjam.
Pasal 84
(1)
Koperasi
konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan barang
kebutuhan Anggota dan non-Anggota.
(2)
Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan
usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang
dihasilkan Anggota kepada Anggota dan non-Anggota.
(3)
Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan usaha
pelayanan jasa non-simpan pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota.
(4)
Koperasi Simpan Pinjam menjalankan usaha
simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha yang melayani Anggota.
Pasal 85
Ketentuan
mengenai tata cara pengembangan jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
82 sampai dengan Pasal 84 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Tingkatan
Pasal 86
(1)
Untuk meningkatkan usaha Anggota dan
menyatukan potensi usaha, Koperasi dapat membentuk dan/atau menjadi Anggota
Koperasi Sekunder.
(2)
Tingkatan
dan penggunaan nama pada Koperasi Sekunder diatur oleh Koperasi yang
bersangkutan.
Bagian Ketiga
Usaha
Pasal 87
(1)
Koperasi menjalankan kegiatan usaha yang
berkaitan langsung dan sesuai dengan jenis Koperasi yang dicantumkan dalam
Anggaran Dasar.
(2)
Koperasi
dapat melakukan kemitraan dengan pelaku usaha lain dalam menjalankan usahanya.
(3)
Koperasi
dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah.
(4)
Ketentuan mengenai Koperasi berdasarkan
prinsip ekonomi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat
(3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KOPERASI SIMPAN PINJAM
Pasal 88
(1)
Koperasi
Simpan Pinjam harus memperoleh izin usaha simpan pinjam dari Menteri.
(2)
Untuk
memperoleh izin usaha simpan pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Koperasi Simpan
Pinjam harus memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 89
Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 88 ayat (1) meliputi kegiatan:
a.
menghimpun
dana dari Anggota;
b.
memberikan
Pinjaman kepada Anggota; dan
c.
menempatkan
dana pada Koperasi Simpan Pinjam sekundernya.
Pasal 90
(1)
Untuk meningkatkan pelayanan kepada Anggota,
Koperasi Simpan Pinjam dapat membuka jaringan pelayanan simpan pinjam.
(2)
Jaringan
pelayanan simpan pinjam dapat terdiri atas:
a.
Kantor
Cabang;
b.
Kantor
Cabang Pembantu; dan
c.
Kantor
Kas.
(3)
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara
pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 91
(1)
Untuk meningkatkan usaha Anggota dan
menyatukan potensi usaha serta mengembangkan kerjasama antar-Koperasi Simpan
Pinjam, Koperasi Simpan Pinjam dapat mendirikan atau menjadi Anggota Koperasi
Simpan Pinjam Sekunder.
(2)
Koperasi Simpan Pinjam Sekunder sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat menyelenggarakan kegiatan:
a.
simpan
pinjam antar-Koperasi Simpan Pinjam yang menjadi anggotanya;
b.
manajemen
risiko;
c.
konsultasi
manajemen usaha simpan pinjam;
d.
pendidikan
dan pelatihan di bidang usaha simpan pinjam;
e.
standardisasi
sistem akuntansi dan pemeriksaan untuk anggotanya;
f.
pengadaan
sarana usaha untuk anggotanya; dan/atau
g.
pemberian
bimbingan dan konsultasi.
(3)
Koperasi Simpan Pinjam Sekunder sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilarang memberikan Pinjaman kepada Anggota
perseorangan.
Pasal 92
(1)
Pengelolaan kegiatan Koperasi Simpan Pinjam
dilakukan oleh Pengurus atau pengelola profesional berdasarkan standar
kompetensi.
(2)
Pengawas dan Pengurus Koperasi Simpan Pinjam
harus memenuhi persyaratan standar kompetensi yang diatur dalam Peraturan
Menteri.
(3)
Pengawas dan Pengurus Koperasi Simpan Pinjam
dilarang merangkap sebagai Pengawas, Pengurus, atau pengelola Koperasi Simpan
Pinjam lainnya.
Pasal 93
(1)
Koperasi
Simpan Pinjam wajib menerapkan prinsip kehati-hatian.
(2)
Dalam memberikan Pinjaman, Koperasi Simpan
Pinjam wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan peminjam untuk
melunasi Pinjaman sesuai dengan perjanjian.
(3)
Dalam memberikan Pinjaman, Koperasi Simpan
Pinjam wajib menempuh cara yang tidak merugikan Koperasi Simpan Pinjam dan
kepentingan penyimpan.
(4)
Koperasi Simpan Pinjam wajib menyediakan
informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian terhadap penyimpan.
(5)
Koperasi
Simpan Pinjam dilarang melakukan investasi usaha pada sektor riil.
(6)
Koperasi Simpan Pinjam yang menghimpun dana
dari Anggota harus menyalurkan kembali dalam bentuk Pinjaman kepada Anggota.
Pasal 94
(1)
Koperasi
Simpan Pinjam wajib menjamin Simpanan Anggota.
(2)
Pemerintah dapat membentuk Lembaga Penjamin
Simpanan Koperasi Simpan Pinjam untuk menjamin Simpanan Anggota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3)
Lembaga Penjamin Koperasi Simpan Pinjam
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan program penjaminan Simpanan
bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam.
(4)
Koperasi Simpan Pinjam yang memenuhi
persyaratan dapat mengikuti program penjaminan Simpanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
(5)
Ketentuan mengenai Lembaga Penjamin Simpanan
Koperasi Simpan Pinjam diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 95
Ketentuan lebih lanjut
mengenai Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 sampai
dengan Pasal 93 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XI
PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN
Bagian Kesatu
Pengawasan
Pasal 96
(1)
Pengawasan terhadap Koperasi wajib dilakukan
untuk meningkatkan kepercayaan para pihak terhadap Koperasi.
(2)
Pengawasan
terhadap Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri.
Pasal 97
(1)
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
96 dilakukan melalui pelaporan, pemantauan, dan evaluasi terhadap Koperasi.
(2)
Kegiatan
pengawasan melalui pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan cara:
a.
meneliti laporan pertanggungjawaban tahunan,
dokumen-dokumen, dan keputusan-keputusan Rapat Anggota;
b.
meminta
untuk hadir dalam Rapat Anggota; dan/atau
c.
memanggil
Pengurus untuk diminta keterangan mengenai perkembangan Koperasi.
(3)
Kegiatan pengawasan melalui pemantauan dan
evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengamati dan
memeriksa laporan.
(4)
Apabila dari hasil pemantauan dan evaluasi
terbukti terjadi penyimpangan, Menteri wajib mengambil langkah penyelesaian
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Bagian Kedua
Pemeriksaan
Pasal 98
(1)
Menteri
melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi, dalam hal:
a.
Koperasi membatasi keanggotaan atau menolak
permohonan untuk menjadi Anggota atas orang perseorangan yang telah memenuhi
persyaratan keanggotaan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
b.
Koperasi
tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan dalam waktu 2 (dua) tahun
berturut-turut;
c.
kelangsungan
usaha Koperasi sudah tidak dapat diharapkan; dan/atau
d.
terdapat dugaan kuat bahwa Koperasi yang
bersangkutan tidak mengelola administrasi keuangan secara benar.
(2)
Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d Menteri dapat menunjuk Akuntan Publik.
(3)
Biaya yang timbul sehubungan dengan kegiatan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4)
Menteri menyampaikan salinan laporan
pemeriksaan kepada Koperasi yang bersangkutan dan kepada pihak yang
berkepentingan.
Pasal 99
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengawasan dan pemeriksaan Koperasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 96 sampai dengan Pasal 98 diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam
Pasal 100
(1)
Pengawasan
Koperasi Simpan Pinjam dilakukan oleh Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan
Pinjam.
(2)
Lembaga
Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam bertanggung jawab kepada Menteri.
(3)
Pembentukan Lembaga Pengawasan Koperasi
Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(4)
Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
BAB XII
PENGGABUNGAN DAN PELEBURAN
Pasal 101
(1)
Untuk
keperluan pengembangan dan/atau efisiensi:
a.
satu
Koperasi atau lebih dapat menggabungkan diri dengan Koperasi lain; atau
b.
beberapa
Koperasi dapat meleburkan diri untuk membentuk suatu Koperasi baru.
(2)
Penggabungan
atau peleburan dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota masing-masing
Koperasi.
(3)
Sebelum dilakukan penggabungan atau
peleburan, Pengawas dan Pengurus masing-masing Koperasi wajib memperhatikan:
a.
kepentingan
Anggota;
b.
kepentingan
karyawan;
c.
kepentingan
kreditor; dan
d.
pihak
ketiga lainnya.
(4)
Akibat
hukum yang ditimbulkan oleh penggabungan atau peleburan meliputi:
a.
hak dan kewajiban Koperasi yang digabungkan
atau dilebur beralih kepada Koperasi hasil penggabungan atau peleburan; dan
b.
Anggota Koperasi yang digabung atau dilebur
menjadi Anggota Koperasi hasil penggabungan atau peleburan.
(5)
Koperasi
yang menggabungkan diri pada Koperasi lain atau yang melebur diri, secara hukum
bubar.
(6)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan Koperasi diatur dalam
Peraturan Menteri.
BAB XIII
PEMBUBARAN, PENYELESAIAN, DAN HAPUSNYA
STATUS BADAN HUKUM
Bagian Kesatu
Pembubaran
Pasal 102
Pembubaran Koperasi dapat dilakukan
berdasarkan:
a.
keputusan
Rapat Anggota;
b.
jangka
waktu berdirinya telah berakhir; dan/atau
c.
Keputusan
Menteri.
Pasal 103
(1)
Usul pembubaran Koperasi diajukan kepada
Rapat Anggota oleh Pengawas atau Anggota yang mewakili paling sedikit 1/5 (satu
perlima) jumlah Anggota.
(2)
Keputusan
pembubaran Koperasi ditetapkan oleh Rapat Anggota.
(3)
Keputusan pembubaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sah apabila diambil berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43.
(4)
Pengurus bertindak sebagai kuasa Rapat
Anggota pembubaran Koperasi apabila Rapat Anggota tidak menunjuk pihak yang
lain.
(5)
Koperasi
dinyatakan bubar pada saat ditetapkan dalam keputusan Rapat Anggota.
(6)
Keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat
Anggota diberitahukan secara tertulis oleh kuasa Rapat Anggota kepada Menteri
dan semua Kreditor.
(7)
Pembubaran
Koperasi dicatat dalam Daftar Umum Koperasi.
Pasal 104
(1)
Koperasi bubar karena jangka waktu berdirinya
sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar telah berakhir.
(2)
Menteri dapat memperpanjang jangka waktu
berdirinya Koperasi atas permohonan Pengurus setelah diputuskan pada Rapat
Anggota.
(3)
Permohonan perpanjangan jangka waktu
berdirinya Koperasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) diajukan dalam jangka
waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya
Koperasi berakhir.
(4)
Keputusan Menteri atas permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diberikan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari setelah permohonan diterima.
(5)
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) tidak dipenuhi, keputusan Rapat Anggota mengenai
perpanjangan jangka waktu berdirinya Koperasi dianggap sah.
Pasal 105
Menteri dapat membubarkan Koperasi apabila:
a.
Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan
putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; dan/atau
b.
Koperasi
tidak dapat menjalankan kegiatan organisasi dan usahanya selama 2 (dua) tahun
berturut-turut.
Bagian Kedua
Penyelesaian
Pasal 106
(1)
Untuk
penyelesaian terhadap pembubaran Koperasi harus dibentuk Tim Penyelesai.
(2)
Tim Penyelesai untuk penyelesaian terhadap
pembubaran berdasarkan Rapat Anggota dan berakhir jangka waktu berdirinya
ditunjuk oleh kuasa Rapat Anggota.
(3)
Tim Penyelesai untuk penyelesaian terhadap
pembubaran berdasarkan keputusan Pemerintah ditunjuk oleh Menteri.
(4)
Selama dalam proses Penyelesaian terhadap
pembubaran, Koperasi tersebut tetap ada dengan status ”Koperasi dalam
Penyelesaian”.
(5)
Selama dalam proses Penyelesaian terhadap
pembubaran, Koperasi tidak diperbolehkan melakukan perbuatan hukum, kecuali
untuk memperlancar proses Penyelesaian.
Pasal 107
Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi tetapi
Koperasi tidak mampu melaksanakan kewajiban yang harus dibayar, Anggota hanya
menanggung sebatas Setoran Pokok, Sertifikat Modal Koperasi, dan/atau Modal
Penyertaan yang dimiliki.
Pasal 108
Tim Penyelesai mempunyai tugas dan fungsi:
a.
melakukan
pencatatan dan penyusunan informasi tentang kekayaan dan kewajiban Koperasi;
b.
memanggil Pengawas, Pengurus, karyawan,
Anggota, dan pihak lain yang diperlukan, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama;
c.
menyelesaikan
hak dan kewajiban keuangan terhadap pihak ketiga;
d.
membagikan
sisa hasil penyelesaian kepada Anggota;
e.
melaksanakan
tindakan lain yang perlu dilakukan dalam penyelesaian kekayaan;
f.
membuat
berita acara penyelesaian dan laporan kepada Menteri; dan/atau
g.
mengajukan
permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 109
Tim penyelesai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat
(2) dan ayat (3) dapat diganti apabila tidak melaksanakan tugas dan fungsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108.
Bagian Ketiga
Penghapusan Status Badan Hukum
Pasal 110
Status badan hukum Koperasi
hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Bagian Keempat
Pengaturan Lebih Lanjut
Pasal 111
Ketentuan lebih lanjut
mengenai persyaratan dan tata cara pembubaran, penyelesaian, dan hapusnya
status badan hukum Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 sampai dengan
Pasal 110 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
PEMBERDAYAAN
Bagian Kesatu
Peran Pemerintah
Pasal 112
(1)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan
kebijakan yang mendorong Koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
(2)
Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah menempuh langkah untuk
mendukung pertumbuhan, perkembangan, dan pemberdayaan Koperasi bagi kepentingan
Anggota.
(3)
Langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan memberikan bimbingan dan kemudahan dalam bentuk:
a.
pengembangan kelembagaan dan bantuan
pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian Koperasi;
b.
bimbingan
usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi Anggota;
c.
memperkukuh
permodalan dan pembiayaan Koperasi;
d.
bantuan pengembangan jaringan usaha Koperasi
dan kerja sama yang saling menguntungkan antara Koperasi dan badan usaha lain;
e.
bantuan konsultasi dan fasilitasi guna
memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan
Anggaran Dasar Koperasi; dan/atau
f.
insentif
pajak dan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 113
(1)
Dalam rangka pemberian perlindungan kepada
Koperasi, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memprioritaskan bidang
kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi.
(2)
Ketentuan mengenai peran Pemerintah dan
Pemerintah Daerah serta persyaratan dan tata cara pemberian perlindungan kepada
Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 114
(1)
Menteri
melaksanakan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Koperasi.
(2)
Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi koordinasi kebijakan, integrasi perencanaan, dan sinkronisasi program
pemberdayaan Koperasi.
(3)
Pengendalian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengawasan, monitoring, dan
evaluasi.
Bagian Kedua
Gerakan Koperasi
Pasal 115
(1)
Gerakan Koperasi mendirikan suatu dewan
Koperasi Indonesia yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan
kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi, dalam rangka
pemberdayaan Koperasi.
(2)
Nama, tujuan, keanggotaan, susunan
organisasi, dan tata kerja dewan Koperasi Indonesia diatur dalam Anggaran
Dasar.
(3)
Anggaran
Dasar dewan Koperasi Indonesia disahkan oleh Pemerintah.
Pasal 116
Dewan Koperasi Indonesia menjunjung tinggi
nilai dan prinsip Koperasi yang bertugas:
a.
memperjuangkan
kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;
b.
melakukan
supervisi dan advokasi dalam penerapan nilai-nilai dan prinsip Koperasi;
c.
meningkatkan
kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat;
d.
menyelenggarakan
sosialisasi dan konsultasi kepada Koperasi;
e.
mengembangkan dan mendorong kerjasama
antar-Koperasi dan antara Koperasi dengan badan usaha lain, baik pada tingkat
lokal, nasional, regional, maupun internasional;
f.
mewakili
dan bertindak sebagai juru bicara Gerakan Koperasi;
g.
menyelenggarakan
komunikasi, forum, dan jaringan kerja sama di bidang Perkoperasian; dan
h.
memajukan
organisasi anggotanya.
Pasal 117
Biaya yang diperlukan untuk melaksanakan
kegiatan dewan Koperasi Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 berasal
dari:
a.
iuran
wajib Anggota;
b.
sumbangan
dan bantuan yang tidak mengikat;
c.
Hibah;
dan/atau
d.
perolehan lain yang tidak bertentangan dengan
Anggaran Dasar dan/atau peraturan perundang-undangan.
Pasal 118
(1)
Pemerintah menyediakan anggaran bagi kegiatan
dewan Koperasi Indonesia yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2)
Dewan Koperasi Indonesia bertanggung jawab
penuh atas penggunaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Pengelolaan anggaran dewan Koperasi Indonesia
dilaksanakan berdasar prinsip kehati-hatian, transparansi, efisiensi,
efektivitas, dan akuntabilitas.
Pasal 119
(1)
Untuk mendorong pengembangan dewan Koperasi
Indonesia, dibentuk dana pembangunan dewan Koperasi Indonesia.
(2)
Dana pembangunan dewan Koperasi Indonesia
bersumber dari Anggota dewan Koperasi Indonesia dan pihak-pihak lain yang sah
dan tidak mengikat.
(3)
Dana
pembangunan dewan Koperasi Indonesia harus diaudit oleh akuntan publik.
(4)
Ketentuan mengenai dana pembangunan dewan
Koperasi Indonesia diatur dalam Anggaran Dasar dewan Koperasi Indonesia.
BAB XV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 120
(1)
Menteri
dapat menjatuhkan sanksi administratif terhadap:
a.
Koperasi yang melanggar larangan pemuatan
ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain
dalam Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2);
b.
Koperasi yang tidak melaksanakan Rapat
Anggota Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 setelah 2 (dua) tahun buku
terlampaui;
c.
Koperasi yang tidak melakukan audit atas
laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40;
d.
Pengawas
yang merangkap sebagai Pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (5);
e.
Koperasi yang tidak menyelenggarakan
pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 ayat (1) huruf f;
f.
Pengurus yang tidak memelihara Buku Daftar
Anggota, Buku Daftar Pengawas, Buku Daftar Pengurus, Buku Daftar Pemegang
Sertifikat Modal Koperasi, dan risalah Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 ayat (1) huruf h;
g.
Pengurus yang tidak terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61;
h.
Koperasi Simpan Pinjam Sekunder yang
memberikan Pinjaman kepada Anggota perseorangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 91 ayat (3);
i.
Pengawas atau Pengurus Koperasi Simpan Pinjam
yang merangkap sebagai Pengawas, Pengurus, atau pengelola Koperasi Simpan
Pinjam lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (3); dan/atau
j.
Koperasi Simpan Pinjam yang melakukan
investasi usaha pada sektor riil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (5).
(2)
Sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.
teguran
tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali;
b.
larangan
untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus atau Pengawas Koperasi;
c.
pencabutan
izin usaha; dan/atau
d.
pembubaran
oleh Menteri.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, tata
cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 121
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.
Koperasi yang telah didirikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan diakui sebagai Koperasi berdasarkan
Undang-Undang ini;
b.
Koperasi sebagaimana dimaksud pada huruf a
wajib melakukan penyesuaian Anggaran Dasarnya paling lambat 3 (tiga) tahun
sejak berlakunya Undang-Undang ini;
c.
Koperasi yang tidak melakukan penyesuaian
Anggaran Dasar dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b ditindak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d.
Akta Pendirian Koperasi yang belum disahkan
atau perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang belum disetujui oleh Menteri,
proses pengesahan dan persetujuannya dilakukan sesuai dengan Undang-Undang ini.
Pasal 122
(1)
Koperasi yang mempunyai Unit Simpan Pinjam
wajib mengubah Unit Simpan Pinjam menjadi Koperasi Simpan Pinjam dalam waktu
paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini disahkan.
(2)
Dalam jangka waktu perubahan menjadi Koperasi
Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud ayat (1) Unit Simpan Pinjam dilarang
menerima Simpanan dan/atau memberikan Pinjaman baru kepada non-Anggota.
(3)
Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang tidak mengubah Unit Simpan Pinjam menjadi Koperasi Simpan Pinjam dilarang
melakukan kegiatan simpan pinjam.
(4)
Tata cara perubahan Unit Simpan Pinjam
Koperasi menjadi Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 123
(1)
Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam
yang telah memberikan Pinjaman kepada non-Anggota wajib mendaftarkan
non-Anggota tersebut menjadi Anggota Koperasi paling lambat 3 (tiga) bulan
sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2)
Jika non-Anggota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak bersedia menjadi Anggota Koperasi yang bersangkutan, non-Anggota
tersebut tidak berhak memanfaatkan jasa simpan pinjam dari Koperasi yang
bersangkutan.
(3)
Bagi
non-Anggota yang sudah terikat dengan perjanjian simpan pinjam sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) penyelesaian perjanjian
simpan pinjam dilaksanakan sesuai dengan perjanjian antara non-Anggota dengan
Koperasi yang bersangkutan.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 124
(1)
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3502) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2)
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti
berdasarkan Undang-Undang ini.
(3)
Terhadap Koperasi berlaku Undang-Undang ini,
Anggaran Dasar Koperasi, dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya.
Pasal 125
Peraturan perundang-undangan sebagai
pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 126
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
Disahkan
Di Jakarta,
Pada Tanggal 29 Oktober 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 30 Oktober 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012
NOMOR 212
Tidak ada komentar:
Posting Komentar