PENDEKATAN – PENDEKATAN DALAM
BIMBINGAN DAN KONSELING
Memenuhi tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling
PLS
Disusun
Oleh:
Gumilar Ismail Mardiyanto
11211110240
PENDIDIKAN
LUAR SEKOLAH
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
IBN KHALDUN BOGOR
2015
PENDEKATAN – PENDEKATAN DALAM
BIMBINGAN DAN KONSELING
A.
Psikoanalisis
Psikoanalisis adalah
suatu sistem pendekatan dalam psikologi yang berasal dari penemuan-penemuan
Freud dan menjadi dasar dalam yang berhubungan dengan gangguan kepribadian dan
neurotik. Psikoanalisi memandang jiwa manusia sebagai ekspresi dari adanya
dorongan yangmenimbulkan konflik.
1.
Hakikat
Manusia
Sigmund Freud memandang sifat
manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik, mekanistik, dan
reduksionistik. Menurut Freud manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan
irasional, motivasi-motivasi tak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan
dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa psikoseksual yang
terjadi selama lima-enam tahun pertama dalam kehidupan. Menurutnya, tingkah
laku dideterminasi oleh energi psikis yaitu id, ego, dan superego. Ia juga
melihat tingkah laku sebagai sesuatu yang dinamis dengan transformasi dan
pertukaran energi di dalam kepribadiannya.
2.
Perkembangan Perilaku
a. Struktur
Kepribadian
1) Id
Id dalah sistem
kepribadian yang orisinil. Kepribadian setiap orang hanya terdiri dari Id
ketika dilahirkan. Id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri, kurang
terorganisasi, buta, menuntut, dan mendesak. Id bekerja menggunakan prinsip
kesenangan.
2) Ego
Ego adalah
eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Ego
adalah tempat bersemayam intelegensi dan rasionalitas yang mengawasi dan
mengendalikan impuls-impuls buta dari Id. Ego bekerja menggunakan prinsip
kenyataan.
3) Superego
Super ego
adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego adalah kode moral
individu yang urusan utamanya adalah apakah suatu tindakan baik atau buruk,
benar atau salah. Super ego bekerja menggunakan prinsip conscience dan ego
ideal.
b. Perkembangan Kepribadian
Menurut Sigmund
Freud perkembangan psikoseksual ditandai dengan beberapa tahapan dengan zona
kesenangan yang dominan pada waktu tertentu:
1) Tahun Pertama
Kehidupan: Fase Oral
Pada fase ini
mulut merupakan zona utama kesenangan dan kepuasan dasar didapat saat menggigit
dan menyedot.
2) Usia Satu
Sampai Tiga Tahun: Fase Anal
Pada fase ini
kepuasan dirasakan saat menahan maupun buang air besar.
3) Usia Tiga
Sampai Lima Tahun: Fase Falik
Pada fase ini
zona kesenangan terletak di organ seks, baik pria maupun wanita harus berupaya
melalui hasrat seksual.
4) Usia Lima Tahun
Sampai Masa Puber: Fase Laten
Pada fase ini
energi difokuskan pada aktivitas berpasangan dan penguasaan pembelajaran
kognitif, serta keahlian fisik secara pribadi.
5) Masa Puber:
Fase Genital
Pada fase ini
jikalau telah berjalan dengan baik, maka masing-masing gender merasa lebih
tertarik satu sama lain dan muncul pola interaksi heteroseksual yang normal.
3.
Pribadi Sehat dan Bermasalah
a.
Pribadi Sehat
Memiliki
mekanisme pertahanan yang baik. Maksudnya pribadi yang bisa mengorganisir
struktur kepribadiannya dengan baik dan bisa menyelaraskan antara id, ego, dan
superegonya. Dalam hal ini individu tidak mengalami pengalaman frustasi yang
berlebihan dan Ego bertindak secara rasional dalam mengambil tindakan-tindakan
untuk mengatasi kecemasan yang muncul.
b. Pribadi
Bermasalah
Memiliki
mekanisme pertahanan yang buruk. Maksudnya pribadi yang tidak bisa
mengorganisir struktur kepribadiannya dengan baik dan tidak bisa menyelaraskan
antara id, ego, dan superegonya. Ego bisa saja membiarkan dorongan-dorongan
atau menekan perasaan-perasaan seksual dengan melakukan tindakan yang irasional
dalam menghadapi kecemasan.
4.
Mekanisme Pengubahan
a.
Tahap-tahap
Konseling
Tidak ada
seperangkat praktik dalam psikodinamika yang disepakati bersama. Namun sesuai
dengan tujuan konseling ini membantu konseli memahamai dorongan-dorongan
ketidaksadaran ke kesadaran dan mengembangkan ego agar berkembang lebih baik,
dalam hal ini ada beberapa isu penting dalam praktik konseling:
1) Asesmen
dilakukan oleh konselor agar memahami sejauhmana kemampuan konseli dalam
merefleksikan diri dan membangun hubungan dengan konselor, sehingga konseling
bisa dilakukan.
2) Menegakkan
aturan dan batasan yang jelas pada awal dan akhir sesi, keajekan pertemuan,
jeda libur dan absen, memberikan latar belakang, dimana manipulasi atau upaya
konseli untuk mengendalikan bisa dilihat dan selanjutnya dieksplorasi bersama
konseli.
3)
Pentingnya
wawasan konseli terhadap ekspresi emosi yang dirasakan sebagai bentuk katarsis
konseli.
4) Konseli
seringkali akan mengulang perilakunya, pikirannya dan perasaannya di depan
konselor yang dipandang sebagai bagian dari hubungan masa lalu. Oleh karenanya
interpretasi transferensi oleh konselor bisa menyatukan sudut setiga pengalaman
(orangtua atau masa lalu yang jauh, orang lain atau masa lalu yang tak terlalu
jauh dan konselor atau saat ini atau transferensi), sehingga memberi wawasan
pada pola perasaan atau perilakunya.
5) Pemeranan,
dimana konseli tidak mampu mengatakan sesuatu, namun merasakan kebutuhan untuk
memerankan perasaan, dapat dilihat sebagai cara agar ia tidak perlu bicara.
6) Fokus kerja
konseling ada yang mengatakan penting dan tidak peting.
7) Ketika konseli
merasakan perasaan negatif yang sangat kuat terhadap konselor, seringkali ada
hasrat yang lebih besar di pihak konseli untuk meninggalkan sesi konseling.
Dalam hal ini sikap konselor tidak boleh bersikap defensif, namun sebaliknya
harus membantu konseli untuk memahami perasaan yang sedang melingkupi.
b.
Teknik-teknik
Konseling
1)
Penggunaan hubungan sistematik antara klien
dan konselor
Konselor dan
terapis psikoanalisa cenderung untuk bertindak alami terhadap klien mereka.
Alasannya adalah para konselor sedang berusaha untuk mempresentasikan diri
mereka sebagai ”layar kosong”, tempat klien dapat memproyeksikan fantasinya
atau asumsi yang terpendam berkenaan dengan hubungan yang amat dekat dengan
dirinya. Dengan menjadi netral dan tidak terikat, maka terapis dapat meyakinkan
bahwa perasan klien terhadap dirinya bukan akibat apa yang dilakukannya. Proses
ini disebut pemindahan (transfered) dan merupakan alat yang sangat berguna
dalam terapi psikoanalisa.
2)
Melakukan identifikasi dan analisis
terhadap penolakan dan pertahanan
Ketika klien
membicarakan permasalahannya terapis mungkin bisa mencatat bahwa si klien
mengelak, memotong, atau mempertahankan diri dari perasaan atau fakta tertentu.
Freud memandang penting untuk mengetahui sumber penolakan tersebut, dan kondisi
tersebut akan menarik perhatian klien apabila terjadi terus menerus.
3)
Asosiasi bebas atau ”katakan apapun
yang muncul dalam pikiran”
Tujuannya
adalah untuk membantu klien membicarakan dirinya sendiri dengan cara yang
cenderung tidak terpengaruhi oleh mekanisme pertahanan diri.
4) Menganalisis
mimpi dan fantasi
Tujuannya
adalah untuk menguji materi yang muncul dari level kepribadian seseorang yang
lebih dalam dan lepas dari pertahanan dirinya.
5) Interpretasi
Para konselor
psikoanalitik akan menggunakan proses yang digambarkan di atas, yakni
transference, mimpi, asosiasi bebas, dan lain-lain untuk mengumpulkan materi
guna melakukan interpretasi. Melalui penafsiran mimpi, kenangan, dan
transference, seorang konselor berusaha membantu pasiennya utnuk memahami akar
permasalahn yang dihadapinya dan kemudian mendapatkan kontrol yang lebih besar
terhadap permasalahan tersebut serta lebih banyak kebebasan untuk melakukan
tindakan yang berbeda.
6) Beragam teknik
lain
Ketika
berhadapan dengan anak-anak bukanlah suatu hal yang realistis untuk
mengharapkan mereka mampu menuangkan konflik dalam diri mereka ke dalam
kata-kata. Sebagai gantinya para analisis anak menggunakan mainan dan permainan
untuk memungkinkan anak mengeksternalisasi ketakutan dan kekhawatirannya.
Beberapa orang terapis yang menangani orang dewasa juga menemukan hasil yang menggembirakan
dengan menggunakan teknik ekspresif seperti seni, mematung, dan membuat puisi.
Teknik proyeksi seperti Thematic Apperception Test (TAT) juga dapat
menghasilkan hal yang sama. Dan pada akhirnya, para terapi psikodinamik
biasanya mendorong para klien untuk menulis catatan harian atau autobiografi
sebagai cara untuk mengeksplorasi kondisi masa lalu dan masa sekarang mereka.
B.
Analisis Transaksional
Analisis Transaksional (AT) adalah
salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional.
Transaksional maksudnya ialah hubungan komunikasi antara seseorang dengan orang
lain. Adapun hal yang dianalisis yaitu meliputi bagaimana bentuk cara dan isi
dari komunikasi mereka. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan apakah
transaksi yang terjadi berlangsung secara tepat, benar dan wajar. Bentuk, cara
dan isi komunikasi dapat menggambarkan apakah seseorang tersebut sedang
mengalami masalah atau tidak.
1.
Hakikat Manusia
Pandangan analisis transaksional
tentang hakekat manusia ialah :
a.
Pada
dasarnya manusia mempunyai keinginan atau dorongan – dorongan untuk memperoleh
sentuhan atau “stroke”.
b.
Kehidupan
manusia bukanlah merupakan sesuatu yang telah ditentukan (anti deterministik)
c.
Manusia
mampu memahami keputusan-keputusannya pada masa lalu & kemudian dapat
memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang
pernah diambil
d.
Manusia
mempunyai kebebasan untuk memilih & dalam tingkat kesadaran tertentu indivu
dapat menjadi mandiri dalam menghadapi persoalan hidupnya
e.
Hakekat
manusia selalu ditempatkan dalam interaksi sebagai dasar pertumbuhan dirinya.
f.
Manusia
dapat ditingkatkan, dikembangkan dan diubah secara langsung melalui proses yang
aman, menggairahkan dan bahkan menyenangkan.
2.
Perkembangan Perilaku
a. Struktur kepribadian
Adapun
struktur kepribadian itu terdiri dari 3 status ego yaitu ; ego orang tua, ego
dewasa dan ego anak.
1) Status Ego orang tua. (ego state
parent)
Yaitu
bagian dari kepribadian yg menunjukkan sifat-sifat orang tua, berisi perintah
(harus & semestinya). Jika individu merasa dan bertingkah laku sebagaimana
orang tuanya dahulu, maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut dalam status
ego orang tua. Status ego orang tua merupakan suatu kumpulan perasaan, sikap,
pola-pola tingkah laku yang mirip dengan bagaimana orang tua individu merasa
dan bertingkah laku terhadap dirinya.
2) Status Ego dewasa (Ego state adult)
Yaitu
bagian dari kepribadian yg objektif, stabil, tidak emosional, rasional, logis,
tidak menghakimi, berkerja dengan fakta dan kenyataan-kenyataan, selalu
berusaha untuk menggunakan informasi yang tersedia untuk menghasilkan pemecahan
yang terbaik dalam pemecahan berbagai masalah. Dalam status orang dewasa selalu
akan berisi hal-hal yang produktif, objektif, tegas, dan efektif dan
bertanggung jawab dalam menghadapi kehidupan. Jika individu bertingkah laku
sesuai dengan yang telah disebutkan tadi, maka individu tersebut dikatakan
dalam status ego dewasa.
3) Status ego anak (ego state child)
Yaitu bagian dari kepribadian yang menunjukkan ketidakstabilan, reaktif, humor, kreatif, serta inisiatif, masih dalam perkembangan, berubah-ubah, ingin tahu dan sebaginya. Status ego anak berisi perasaan, tingkah laku dan bagaimana berpikir ketika masih kanak-kanak dan berkembang bersama dengan pengalaman semasa kanak-kanak.
Yaitu bagian dari kepribadian yang menunjukkan ketidakstabilan, reaktif, humor, kreatif, serta inisiatif, masih dalam perkembangan, berubah-ubah, ingin tahu dan sebaginya. Status ego anak berisi perasaan, tingkah laku dan bagaimana berpikir ketika masih kanak-kanak dan berkembang bersama dengan pengalaman semasa kanak-kanak.
b. Sikap dasar manusia.
Sehubungan dengan penilaian seseorang terhadap dirinya (I) dan orang lain (you), Thomas Harris (1985 : 50) mengklasifikasikan adanya 4 macam sikap dasar sesuai dengan perkembangan manusia.
Sehubungan dengan penilaian seseorang terhadap dirinya (I) dan orang lain (you), Thomas Harris (1985 : 50) mengklasifikasikan adanya 4 macam sikap dasar sesuai dengan perkembangan manusia.
1) Posisi
pertama : I’m Not OK – You’re OK
Posisi
ini menunjukkan bahwa pada diri seseorang merasakan bahwa ia lebih rendah dari
orang lain. Posisi ini adalah sikap umum yang yang pertama dimiliki oleh anak
pada masa awal kanak-kanak.
2) Posisi
kedua : I’m Not OK – You’re Not OK
Yaitu sikap dasar yang memandang jelek baik atas dirinya maupun kepada orang lain. Kondisi seperti ini menandakan seseorang bermasalah atau depresi. Keadaan ini lebih parah dan berbahaya dari posisi pertama
Yaitu sikap dasar yang memandang jelek baik atas dirinya maupun kepada orang lain. Kondisi seperti ini menandakan seseorang bermasalah atau depresi. Keadaan ini lebih parah dan berbahaya dari posisi pertama
3) Posisi
ketiga : I’m OK – You’re Not OK
Yaitu
sikap yang memandang jelek terhadap orang lain.Posisi hidup ini menunujukkan
adanya kecenderungan pada diri seseorag untuk menuntut seseorang, menyalahkan
seseorang, mengkambinghitamkan orang lain, menuduh orang lain.
4) Posisi keempat :
I’m OK – You’re OK
Posisi
ini adalah posisi hidup yang baik atau kepribadian yang sehat dan menunjukkan
adanya suatu keseimbangan pada diri seseorang. Posisi ini menunjukkan adanya
pengakuan akan orang lain yang memiliki hak yang sama dengan dirinya.
3.
Pribadi sehat dan bermasalah.
a. Pribadi sehat.
Dalam
pandangan teori ini kepribadian individu yang sehat adalah sebagai berikut;
1)
Memiliki
posisi kehidupan I’M ok – You ‘re OK
2)
Status
ego berfungsi secara tepat
3)
Relatif
bebas dari script
4)
Memahami
dirinya dan orang lain
b. Pribadi bermasalah.
Kepribadian yang dipandang tidak normal menurut teori ini adalah sebagai berikut;
Kepribadian yang dipandang tidak normal menurut teori ini adalah sebagai berikut;
1)
Posisi
kehidupan I’am not OK – You ‘re OK
2)
Posisi
kehidupan I’am OK – You ‘re not OK
3)
Posisi
kehidupan I’am not OK – You ‘re not OK
4)
Kontaminasi
status ego
5)
Eksklusi
(batas status ego yang kaku)
4.
Mekanisme Pengubahan
a. Tahap – tahap Konseling
Menurut
Harris, proses konseling AT ada beberapa tahapan, al:
1) Pada bagian pendahuluan digunakan
untuk menentukan kontrak dengan klien, baik mengenai masalah maupun tanggung jawab
kedua pihak.
2) Pada bagian kedua baru mengajarkan
Klien tentang ego statenya dengan diskusi bersama Klien ( Shertzer & Stone,
1980 : 209).
3) Kemudian membuat kontrak yang
dilakukan oleh klien sendiri, yang berisikan tentang apa yang akan dilakukan
oleh klien, bagaimana klien akan melangkah kearah tujuan yang telah ditetapkan,
dan klien tahu kapan kontraknya akan habis. Kontrak bagi Dusay (Cosini, 1984 :
419 ) adalah berbentuk pernyataan klien – konselor untuk bekerja sama mencapai
tujuan dan masing-masing terikat untuk saling bertangung jawab.
4) Setelah kontrak ini selesai, baru
kemudian konselor bersama klien menggali ego state dan memperbaikinya sehingga
terjadi dan tercapainya tujuan konseling.
b. Teknik Konseling
Dalam
AT konseling diarahkan kepada bagaimana klien bertransaksi dengan
lingkungannya. Karena itu, dalam melakukan konseling ini, konselor memfokuskan
perhatian terhadap apa yang dikatakan klien kepada orang lain dan apa yang
dikatakan orang lain kepada klien. Untuk itu, teknik yang sering digunakan
dalam AT diantaranya adalah analisis struktur, analisis transaksional, analisis
mainan dan analisis skript.
1) Analisis Struktur
Analisis
struktur maksudnya adalah analisis terhadap status ego yang menjadi dasar
struktur kepribadian klien yang terlihat dari respons atau stimulus klien
dengan orang lain
2) Analisis transaksional
Konselor
menganalisis pola transaksi dalam kelompok, sehingga konselor dapat mengetahui
ego state yang mana yang lebih dominan dan apakah ego state yang ditampilkan
tersebut sudah tepat atau belum.
3) Analisis Mainan
Analisis
mainan adalah analisis hubungan transaksi yang terselubung antara Klien dengan
konselor atau dengan Lingkungannya. Konselor menganalisis suasana permainan
yang diikuti oleh klien untuk mendapat sentuhan, setelah itu dilihat apakah
klien mampu menanggung resiko atau malah bergerak kearah resiko yang tingkatnya
lebih rendah.
4) Analisis Skript
Analisis Skript ini merupakan usaha konselor untuk mengenal
proses terbentuknya skript yang dimiliki klien. Analisis skript ini hendaknya
sampai menyelidiki transaksi seseorang sejak dalam asuhan orang tua, pada masa
ini terjadi transaksi antara orang tua dengan anak-anaknya. Dan pada akhirnya
terbentuk suatu tujuan hidup dan rencana hidup (script atau naskah). Hal ini
dilakukan apabila konselor sudah meyakini bahwasanya kliennya terjangkit posisi
hidup yang tidak sehat.
C.
Logotherapy
Logoterapi merupakan sebuah aliran psikologi atau psikiatri
modern yang menjadikan makna hidup sebagai tema sentralnya. Aliran ini
dikembangkan oleh seorang ahli neuro-psikiater keturunan Yahudi, Viktor Emile
Frankl. Frankl yang pada awalnya merupakan pengikut Freud dan Adler, membelot
dari ajaran para seniornya tersebut. Ajaran ini mulai dikembangkan oleh Frankl
pada tahun 1942, di mana ia bersama ribuan orang Yahudi lainnya menjadi tawanan
camp konsentrasi maut Nazi di Auschwitz, Dachau, Treblika, dan Maidanek.
Pengalaman penuh penderitaan pada camp konsentrasi itu dijadikan Frankl
sebagai “Laboratorium hidup” untuk ajaran barunya tersebut.
1.
Hakikat Manusia
a. Menurut Frankl, manusia merupakan
satu kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan, dan spiritual.
b. Frankl menyatakan bahwa manusia
memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi dengan dimensi ragawi dan
kejiwaan. Frankl menggunakan istilah noetic sebagai padanan dari
spiritual, supaya tidak disalahpahami sebagai konsep agama.
c. Dengan adanya dimensi noetic ini manusia mampu
melakukan self-detachment yakni dengan sadar mengambil jarak terhadap
dirinya serta mampu meninjau dan menilai dirinya sendiri.
d. Manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar
serta senantiasa berinteraksi dengan sesama manusia dalam lingkungan
sosial-budaya serta mampu mengolah lingkungan fisik di sekitarnya.
2.
Pandangan Logotherapy terhadap Masalah
Konseling
logoterapi merupakan konseling untuk membantu individu mengatasi maslah
ketidakjelasan makna dan tujuan hidup, yang sering menimbulkan kehampaan dan
hilangnya gairah hidup. Dalam logoterapi masalah adalah ujian hidup yang
menurut Frankl harus dihadapi dengan keberanian dan kesabaran. Keberanian untuk
membiarkan masalah ini sementara waktu tak terpecahkan, dan kesabaran untuk
tidak menyerah dan mengupayakan penyelesaian.
3.
Hubungan Konselor dengan Konseli
dalam Logotherapy
Frankl mengatakan
bahwa fungsi konselor bukanlah menyampaikan kepada konseli apa makna hidup yang
harus diciptakannya. Melainkan mengungkapkan bahwa konseli bisa menemukan
makna, bahkan juga dari penderitaan, karena penderitaan manusia bisa diubah
menjadi prestasi melalui sikap yang diambilnya dalam menghadapi penderitaan
itu.
Konseling
logoterapi berorienytasi pada masa depan (future oriented) dan berorientasi
pada makna hisup (meaning oriented). Relasi yang dibangun antara konselor
dengan konseli adalah encounter, yaitu hubungan antar pribadi yang ditandai
oleh keakraban dan keterbukaan, serta sikap dan kesediaan untuk saling
menghargai, memahami, dan menerima sepenuhnya satu sama lain.
4.
Tahapan-Tahapan Konseling Logotherapy
a. Tahap perkenalan dan pembinaan
rapport.
Pada tahap
ini diawali dengan menciptakan suasana nyaman untuk konsultasi dengan pembinaan
rapport yang makin lama membuak peluang untuk encounter.
b. Tahap pengungkapan dan penjajagan
masalah
Pada tahap
ini konselor mulai membuka dialog mengenai maslah yang dihadapi konseli.
c. Pada tahap pembahasan bersama,
konselor dan konseli bersama-sama membahas dan menyamakan persepsi atas masalah
yang dihadapi. Tujuannya untuk menemukan arti hidup sekalipun dalam
penderitaan.
d. Tahap evaluasi dan penyimpulan
mencoba memberi interpretasi atas informasi yang diperoleh sebagai bahan untuk
tahap selanjutnya, yaitu perubahan sikap dan perilaku konseli. Pada tahap-tahap
ini tercakup modifikasi sikap, orientasi terhadap makna hidup, penemuan dan
pemenuhan makna, dan pengurangan symptom. \
5.
Teknik-teknik Logotheraphy
Frankl dengan logotherapy-nya tidak
hanya menyumbang teori, tetapi juga teknik-teknik terapi yang khusus kepada
dunia psikoterapi. Menurut Semiun (2006) teknik-teknik logotherapy yang
terkenal adalah intensi paradoksikal, derefleksi, dan bimbingan rohani.
a.
Intensi
Paradoksikal
Teknik intensi paradoksikal adalah
teknik dimana klien diajak melakukan sesuatu yang paradoks dengan sikap klien
terhadap situasi yang dialami. Jadi klien diajak mendekati dan mengejek sesuatu
(gejala) dan bukan menghindarinya atau melawannya. Teknik ini pada dasarnya
bertujuan lebih daripada perubahan pola-pola tingkah laku. Lebih baik dikatakan
suatu reorientasi eksistensial. Menurut logotherapy disebut antagonisme
psikonoetik yang mengacu pada kapasitas manusia untuk melepaskan atau
memisahkan dirinya tidak hanya dari dunia, tetapi juga dari dirinya sendiri.
Teknik ini diarahkan pada
penghapusan gejala melalui cara yang paradoks, yakni meminta kepada klien agar
ia dengan sengaja menampilkan gejala yang dialaminya, tetapi dengan
melebih-lebihkan dan mengejek atau berhumor atas gejala itu. Landasan dari
intensi paradoksikal ini adalah kesanggupan manusia untuk bebas bersikap dan
mengambil jarak terhadap dirinya sendiri. Mengambil jarak terhadap diri sendiri
berarti melampaui diri sendiri, dan inilah yang dinamakan humor. Frankl (dalam
Semiun, 2006) mengemukakan bahwa humor tehadap diri sendiri atau menertawakan
gejala-gejalanya sendiri bagi individu memiliki pengaruh kuratif.
b. Derefleksi
Frankl
(dalam Semiun, 2006) percaya bahwa sebagian besar persoalan kejiwaan berasal
dari perhatian yang terlalu fokus pada diri sendiri. Dengan mengalihkan
perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang lain,
persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Dengan teknik tersebut,
klien diberi kemungkinan untuk mengabaikan neurosisnya dan memusatkan perhatian
pada sesuatu yang terlepas dari dirinya.
c. Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan
terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada penderitaan yang
tidak dapat terhindarkan atau dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya
dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya. Pada metode ini, individu
didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif
terhadap penderitaanya dalam rangka menemukan makna di balik penderitaan
tersebut.
D.
Teori Gestalt
Makna dari teori gestalt adalah
teori ini mengajarkan konselor dan konseli metode kesadaran fenomenologi, yaitu
bagaimana individu memahami, merasakan, dan bertindak serta membedakannya
dengan interprestasi terhadap suatu kejadian dan pengalaman masa lalu. Teori
ini juga dianggap teori yang hidup dan mempromosikan pengalaman langsung, bukan
sekadar membicarakan permasalahan dalam konseling. Oleh karena itu, teori ini
disebut juga experiental, dimana konseli merasakan apa yang mereka rasakan,
pikirkan dan lakukan pada saat konseli berinteraksi dengan orang lain
(Corey,1986,p.120)
1.
Pandangan Teori Gestalt tentang
keberadaan manusia
Pandangan pendekatan Gestalt
terhadap manusia dipengaruhi oleh filsafat eksistensial dan fenomenologi.
Asumsi dasar pendekatan Gestalt tentang manusia adalah bahwa individu dapat
mengatasi sendiri permasalahannya dalam hidup, terutama bila mereka menggunakan
kesadaran akan pengalaman yang sedang dialami dan dunia sekitarnya. Gestalt
berpendapat bahwa individu memiliki masalah karena menghindari masalah. Oleh
karena itu pendekatan Gestalt mempersiapkan individu dengan intervensi dan
tantangan untuk membantu konseli mencapai integrasi diri dan menjadi lebih
autentik (Corey, 1993,p.121).
2.
Individu Yang Sehat Dan Bermasalah
Pendekatan Gestalt berpendapat bahwa
individu yang sehat secara mental adalah:
a. Individu yang dapat mempertahankan
kesadaran tanpa dipecah oleh berbagai stimulasi dari lingkungan yang dapat
mengganggu perhatian individu. Orang tersebut dapat secara penuh dan jelas
mengalami dan mengenali kebutuhannya dan alternatif potensi lingkungan untuk
memenuhi kebutuhannya.
b. Individu yang dapat merasakan dan berbagi
konflik pribadi dan frustasi tapi dengan kesadaran dan konsentrasi yang tinggi
tanpa ada percampuran dengan fantasi-fantasi.
c. Individu yang dapat membedakan
konflik dan masalah yang dapat diselesaikan dan tidak dapat diselesaikan.
d. Individu yang dapat mengambil
tanggung jawab atas hidupnya.
e. Individu yang dapat berfokus pada
satu kebutuhan (the figure) pada satu waktu sambil menghubungkannya dengan
kebutuhan yang lain (the ground), sehingga ketika kebutuhan itu terpenuhi
disebut juga Gestalt yang sudah lengkap (Thompson et.al.2004,p.184-185).
Menurut Gestalt, individu menyebabkan dirinya terjerumus
pada masalah-masalah tambahan, karena tidak mengatasi kehidupannya dengan baik
pada kategori dibawah ini:
a. Kurang kontak dengan lingkungan,
yaitu individu menjadi kaku dan memutus hubungan antara dirinya dengan orang
lain dan lingkungan.
b. Confluence, yaitu individu yang
terlalu banyak memasukkan nilai-nilai dirinya kepada orang lain atau memasukkan
nilai-nilai lingkungan pada dirinya, sehingga mereka kehilangan pijakan dirinya
dan kemudian lingkungan yang mengontrol dirinya.
c. Unfinished business, yaitu orang
yang memiliki kebutuhan yang tidak terpenuhi, perasaan yang tidak diekspresikan
dan situasi yang belum selesai yang mengganggu perhatiannya (yang mungkin dimanifestasikan
dalam mimpi).
d. Fragmentasi, yaitu orang yang
mencoba untuk menemukan atau menolak kebutuhannya seperti kebutuhan agresi.
e. Topdog/underdog: orang yang
mengalami perpecahan pada kepribadiannya, yaitu antara apa yang mereka
pikir”harus” dilakukan (topdog) dan apa yang mereka “inginkan” (underdog).
f. Polaritas atau dikotomi, yaitu orang
yang cenderung untuk”bingung dan tidak dapat berkata-kata (speecheless)” pada
saat terjadi dikotomi dalam dirinya seperti antara tubuh dan pikiran (body and
mind), antara diri dan lingkungan (self-external world), antara emosi dan
kenyataan (emotion-reality), dan sebagainya (Thompson et.al.2004,p.185-186).
3.
Kosep Dasar Gestalt
a. Disini dan sekarang (Here and Now)
Perls
mengatakan bahwa “kekuatan ada pada masa kini” (“power is in the present”).
Pendekatan ini mengutamakan masa sekarang, segala sesuatu tidak ada kecuali
yang ada pada masa sekarang (the now), karena masa lalu telah berlalu dan masa
depan belum sampai, hanya masa sekarang yang penting. Hal ini karena dalam pendekatan
Gestalt mengapresiasi pengalaman pada masa kini (Corey, 1986,p.122). Menurut
Gestalt, kebanyakan orang kehilangan kekuatan masa sekarangnya. Alih-alih
menghargai pengalaman masa sekarang, individu menginvestasikan energinya untuk
mengeluh tentang kesalahan masa lalu dan bergulat pada resolusi dan rencana
masa depan yang tidak ada ujungnya. Dalam konseling Gestalt, untuk membantu
konseli melakukan kontak dengan masa sekarang, konselor menggunakan kata tanya
misal “apa” (what) dan “bagaimana” (how), jarang sekali menggunakan kata
“mengapa” (why). Kata “mengapa” (why) dikategorikan sebagai “kata kotor” (dirty
word) karena menggiring konseli untuk melakukan rasionalisasi dan khayalan
diri(self-deception) (Corey,1986,p.122). Masa lalu tidak penting kecuali bila
berhubungan dengan fungsi-fungsi individu yang dibutuhkan pada masa sekarang.
b.
Lapisan
Neurosis (Layers of Neurosis)
Menurut
pandangan Gestalt, individu memiliki lima lapisan neurosis dalam dirinya yang
diumpamakan seperti kulit bawang yang berlapis-lapis. Bila individu ingin
mencapai kematangan psikologis, mereka harus mengupas lima lapisan neurosis
ini. Lapisan-lapisan neurosis yang menyebabkan gangguan perkembangan psikologis
individu adalah:
1) Lapisan phony (The phony layer)
2) Lapisan phobic (The phobic layer)
3) Lapisan impasse (The impasse layer)
4) Lapisan implosif (The implosive
layer)
5) Lapisan ekplosif (The explosive
layer)
4.
Teknik digunakan pada Teori Gestalt
Teknik-teknik Teori Gestalt bisa berguna sebagai alat untuk
membantu klien guna memperoleh kesadaran yang lebih penuh, mengalami
konflik-konflik internal, menyelesaikan inkonsistensi-inkonsistensi dan
dikotomi-dikotomi, dan menembus jalan buntu yang menghambat penyelesaian urusan
yang tak selesai.Yang mencakup :
a.
Eksperimen
Eksperimen
berarti mendorong konseli untuk mengalami dan mencoba cara-cara baru. Melalui
teknik ini konselor membelajarkan konseli untuk menyelami dan menghayati
kembali masalah-masalah yang tak terselesaikan ke dalam situasi disini dan
sekarang.
b. Memaknakan impian
Seperti halnya
psikoanalisa, dalam terapi
Gestalt juga digunakan
interpretasi impian. Namun dalam terapi Gestalt impian bukanlah sebagai ” jalam lebar
menuju ketidaksadaran” seperti yang diungkapkan oleh konseling psikoanalisa,
tetapi impian adalah ” jalan yang lebar menuju integrasi diri”. Dengan memahami
impian konseli lebih mungkin memperoleh kasadaran, mengambil tanggungjawab bagi
impian-impiannya, melihat impiannya sebagai bagian dari dirinya, memiliki
perasaaan integrasi yang lebih besar, dan menjadi lebih sadar tentang
pikiran-pikiran dan emosinya yang direfleksikan dalam impian tersebut.
c.
Bermain peran
Bermain dalam
berbagai bentuk, menjadi teknik yang esensial dalam terapi Gestalt. Bentuk
permainan yang paling awal digunakan dalam terapi Gestalt adalah psikodrama. Namun pada
perkembangannya psikodrama hampir tidak digunakan lagi. Bentuk bermain peran
yang paling sering digunakan adalah ”kursi kosong” atau disebut juga
konseling panas untuk format konseling individual.
d. Melatih
kepekaan terhadap pesan tubuh
Konselor juga
berusaha mendorong konseli untuk mencapai kesadaran tentang keutuhan (e sense
of wholeness). Banyak orang yang memiliki kesadaran yang baik tentang emosi dan
pikirannya, tetapi kurang peka terhadap sensasi tubuhnya. Oleh karena iti
konselor terapi Gestalt berusaha
membantu konseli agar lebih peka terhadap pesan-pesan tubuhnya.
e.
Kelompok
Praktek dalam terapi Gestalt dapat
dilaksanakan melalui format individual maupun kelompok. Namun format kelompok
dipandang lebih efisien. Umpan balik yang diterima dari konselor maupun dari
anggota kelompok dapat mempercapat proses kesadaran.
f.
Permainan
Dialog
Teknik ini
dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan
yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under
dog, misalnya : (a) kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak; (b)
kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh; (c)
kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh” (d) kecenderungan
otonom lawan kecenderungan tergantung; (e) kecenderungan kuat atau tegar lawan
kecenderungan lemah.
Melalui
dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien
akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko.
Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik
“kursi kosong”.
g.
Latihan
Saya Bertanggung Jawab
Merupakan
teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima
perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang
lain.
Dalam
teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian
klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung
jawab atas hal itu”.
Misalnya :
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas
kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan
saya bertanggung jawab ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu
meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini
diingkarinya.
h.
Bermain
Proyeksi
Proyeksi
artinya memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri
tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri
dengan cara memantulkannya kepada orang lain.Sering terjadi, perasaan-perasaan
yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya.
Dalam
teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan
hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
i.
Teknik
Pembalikan
Gejala-gejala
dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari
dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien
untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang
dikeluhkannya.
Misalnya :
konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis”
bagi klien pemalu yang berlebihan.
j.
Tetap
dengan Perasaan
Teknik
dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang
tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong
klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan
klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari
perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap
mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang
dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam
tingklah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Untuk
membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih
baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang
ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan
dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
k.
Urusan
yang tak selesai
Dalam
terapi Gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai, yakni mencakup
perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian,
sakit hati, kecemasan, dan sebagainya. Bilamana urusan yang tak selesai
membentuk pusat keberadaan seseorang, maka semangat semangat pemikiran orang
itu menjadi terhambat.
l.
“Saya memiliki suatu rahasia”
Teknik ini
dimaksudkan untuk mengeksplorasi perasaan-perasaan berdosa dan malu. Teknik ini
juga bisa digunakan sebagai metode pembentukan kepercayaan dalam rangka
mengeksplorasi mengapa para klien tidak mau membukakan rahasianya dan
mengekplorasi ketakutan-ketakutan menyampaikan hal-hal yang mereka anggap
memalukan atau menimbulkan rasa berdosa.
m. Permainan ulangan
Para
anggota kelompok terapi melakukan permainan berbagi pengulangan satu sama lain
dalam upaya meningkatkan kesadaran atas pengulangan-pengulangan yang dilakukan
oleh mereka dalam memenuhi tuntutan memainkan peran-peran sosial.
E.
Postmodern
Postmodern adalah suatu kondisi dimana terjadi penolakan / ketidak
percayaan terhadap segala hal yang mengarah kepada kebenaran tunggal,
keuniversalan, keobjektifan (sesuatu apapun yang hendak dijadikan dasar untuk
menilai benar – salahnya sebuah konsep / pengetahuan) atas suatu objek dan
realita yang terjadi.
Postmodern
mengadopsi narasi, pandangan konstruksionis sosial menyoroti bagaimana
kekuasaan, pengetahuan, dan “kebenaran” yang dinegosiasikan dalam keluarga dan
sosial lainnya dan konteks budaya (Freedman & Combs, 1996). Terapi ini,
dalam bagian, sebuah badan reestablishment pribadi dari penindasan masalah
eksternal dan kisah-kisah dominan yang lebih besar.
1.
Pandangan Tentang Sikap Dasar
Manusia
a.
Manusia
hidup dengan beranekaragam realitas (bahasa, cerita, ideologi) Pluralistik
b.
Tiada
kebenaran tunggal
c.
Kebenaran
bersifa kontekstual, subjektif
d.
Manusia
berbekal metode ilmiah yang tepat dapat menemukan pengetahuan yang terpercaya
(realible) dan sahih (valid) tentang klien dan masalah-masalahnya
2.
Pendekatan Konseling Postmodern Solution-focused brief counseling (SFBC)
Solution-focused brief counseling (SFBC) merupakan salah satu
pendekatan konseling postmodern yang paling penting (Corey, 2009). Pendekatan ini
didirikan dan dikembangkan terutama oleh Steve de Shazer dan Insoo Kim Berg
sejak dekade 1980-an di Brief Therapy Center di Milwaukee Wisconsin Amerika
Serikat
(Capuzzi & Gross, 2009; Sharf, 2004).
Dalam perkembangannya, SFBC dipengaruhi
pendekatan-pendekatan pemberian bantuan yang telah berkembang saat itu,
diantaranya brief therapy yang dikembangkan Milton Erickson (Gladding,
2009), pendekatan behavior, pendekatan cognitive- behavior , dan systems family therapy (Seligman,
2006).
Pendekatan konseling ini banyak dibutuhkan pada era para
konseli dan lembaga-lemaga pemberian bantuan psikologis menuntut layanan
konseling yang singkat dan efektif. Demikian pula, keterampilan konseling
singkat diperlukan konselor yang bekerja dalam latar pemberian bantuan yang
diharapkan memberikan layanan yang lebih banyak dengan waktu yang lebih singkat
(Gladding, 2009).
Pendekatan
konseling ini menjadi semakin populer dalam pelayanan konseling karena
kepraktisan, efisiensi, dan kefektivan dalam pembantuan terhadap konseli (Sciarra,
2004). Disamping itu, sekarang, SFBC merupakan pendekatan konseling yang paling
banyak digunakan oleh praktisi profesi pemberian bantuan (Sperry, 2010). SFBC efektif
dalam pembantuan terhadap keluarga, pasangan, para individu, anak-anak, dan
remaja dengan beragam masalah kehidupan (Prochaska & Norcross, 2007).
SFBC tidak menggunakan teori kepribadian dan psikopatologi
yang berkembang saat ini. Konselor SFBC berkeyakinan bahwa tidak bisa memahami
secara pasti tentang penyebab masalah individu. Konselor perlu tahu apa yang
membuat orang memasuki masa depan yang lebih baik dan lebih sehat, yaitu tujuan
yang lebih baik dan lebih sehat. Individu tidak bisa mengubah masa lalu tetapi
ia dapat mengubah tujuannya. Tujuan yang lebih baik dapat mengatasi masalah dan
mengantarkan ke masa depan yang lebih produktif. Konselor perlu mengetahui
karakteristik tujuan konseling yang baik dan produktif: positif, proses, saat
sekarang, praktis, spesifik, kendali konseli, bahasa konseli.
Sebagai ganti teori kepribadian dan psikopatologi, masalah
dan masa lalu, SFBC berpokus pada saat sekarang yang dipandu oleh tujuan
positif yang spesifik yang dibangun berdasarkan bahasa konseli yang berada di
bawah kendalinya.
3.
Teori Proses Konseling
a. Berfokus
pada solution talk daripada problem talk.
b. Proses
konseling diorientasikan bagi paningkatan kesadaran eksepsi terhadap pola masalah yang
dialami dan pemilihan proses perubahan secara sadar.
c. Peningkatan
kesadaran eksepsi terhadap pola masalahnya dapat menciptakan solusi.
d. Pemilihan
proses perubahan dapat menentukan masa depan kehidupan konseli
e. Beberapa
petunjuk pilihan yang memandirikan: (1) if it works, don’t fix it. Choose to do
more of it, (2) if it works as a little, choose to build on it, (3) if nothing
seems to be working, choose to experiment, including imagining miracles, dan
(4) choose to approach each session as if it were the last. Change starts now,
not next week.
4.
Hubungan Konseling
a.
Kolaborasi
antara konselor dan konseli dalam membangun solusi bersama.
b.
Kolaborasi
menekankan solusi masalah konseli dan teknik konseling yang digunakan konselor
daripada hubungan konseling.
c.
Konselor
sebagai ahli tentang proses dan struktur konseling yang membantu konseli
membangun tujuannya menuju solusi yang berhasil.
d.
Konseli
sebagai ahli mengenai tujuan yang ingin dibangun.
e.
Konselor
aktif dalam memindahkan fokus secepat mungkin dari masalah pada solusi.
f.
Konselor mengarahkan konseli
mengeksplorasi kelebihan dan membangun solusi.
g.
Konselor mendorong inisiatif
konseli dan membantu melihat dan menggunakan tanggung
jawabnya dengan lebih baik (Prochaska & Norcross, 2007)
5.
Teknik Konseling
a.
Exception-finding
questions (Pertanyaan penemuan pengecualian): pertanyaan
tentang saat-saat dimana konseli bebas dari masalah. Penemuan
eksepsi membantu konseli memperjelas kondisi perubahan, memiliki kekuatan dan
kemampuan menyelesiakan masalah, memberikan bukti nyata peneyelesaian dan
membantu konseli menemukan kekuatan dirinya yang terlupakan. Misalnya,
”Kapan kamu dapat mengelola masalah ini dengan saksama?’ ”Kapan kamu berbuat
yang berbeda dari yang sekarang?” ”Coba kemukakan kepada saya saat-saat
kamu bebas dari masalah!”
b.
Miracle
questions (Pertanyaan keajaiban): pertanyaan yang
mengarahkan konseli
berimajinasi
apa yang akan terjadi jika suatu masalah yang dialami secara ajaib
terselesaikan. Teknik ini membantu memperjelas tujuan dan menyoroti eksespsi
masalah dengan merangsang konseli untuk mengimajinasikan suatu solusi dan
memberantas hambatan dalam penyelesaian masalah serta membangun harapan
terhadap terjadinya perubahan. Misalnya, konseli ditanya,”Bayangkan pada suatu
malam, ketika kamu sedang tidur, terjadi suatu keajaiban dan semua masalahmu
terselesaikan. Bagaimana kamu tahu bahwa masalahmu terpecahkan? Apa
yang kamu lakukan saat itu yang menujukkan bahwa masalahmu terselesaikan dengan
tuntas?
c.
Scaling
questions (Pertanyaan
berskala): pertanyaan yang meminta konseli membuat yang abstrak menjadi
konkret, yang samar menjadi jelas dengan mengangkakan kekuatan, masalah,
keadaan, atau perubahan konseli. Misalnya pernyataan konselor, ”Pada suatu
skala dengan rentang 1 sampai 10, dimana 1 berarti kamu tidak memiliki kendali
sama sekali terhadap masalahmu dan 10 berarti kamu memiliki kendali penuh
terhadap masalahmu, lalu pada rentang angka yang mana kamu menempatkan dirimu
dalam skala tersebut? dan ”Apa yang kamu perlukan agar kamu dapat naik satu
angka dalam skala tersebut?”
d.
Compliments (Penghargaan/Pujian):
pesan tertulis yang dirancang untuk memberikan penghargaan dan pujian atas
kelebihan, kemajuan, dan karakteristik positif bagi pencapaian tujuan konseli.
Teknik ini digunakan sebelum konseli diberi tugas menjelang akhir pertemuan
konseling.
e.
Presession
change question (Pertanyaan
perubahan prapertemuan) ialah pertanyaan yang dimaksudkan untuk
menemukan eksepsi atau mengeksplorasi solusi yang diupayakan konseli. Tujuannya ialah
menciptakan harapan terhadap perubahan, menekankan peran aktif dan tanggung
jawab konseli dan menunjukkan bahwa perubahan terjadi di luar ruang konseling.
Misalnya, konselor bertanya, ”Sejak pertemuan yang lalu, apakah kamu melihat
adanya perubahan pada dirimu?” atau ” Sejak pertemuan yang lau apakah kamu
menemukan cara baru dalam melihat masalah yang kamu alami?” atau ”Sejak
percakapan kita yang lalu di telepon, apa perubahan yang kamu alami sejauh
ini?”
f.
Formula first
session task (Formula tugas pertemuan pertama): Format tugas rumah
yang diberikan konselor kepada konseli untuk dikerjakan antara pertemuan
pertama dan pertemuan kedua. Misalnya, Konelor mengatakan,”Antara sekarang dan
pertemuan yang akan datang, saya harap kamu dapat mengamati apa yang terjadi
pada hubunganmu dengan teman-teman sekelasmu yang kamu ingin terus pelihara
sehingga kamu dapat menjelaskannya kepada saya pada pertemuan yang akan
datang.” Pada awal pertemuan konseling kedua, konselor menanyakan apa yang telah
diamati konseli sekaligus menanyakan apa yang ingin terus dipelihara dalam
hubungan dengan teman-teman sekalasnya.
6.
Tahap-tahap Konseling
a. Pembinaan Hubungan (Establishing
relationship)
1) Pembinaan hubungan diperlukan untuk
menjalin hubungan baik dan kolaboratif antara konselor dan konseli bagi
pencapaian perubahan yang diharapkan.
2) Dalam pembinaan hubngan baik
tersebut, konselor menunjukkan perhatian penerimaan,
penghargaan, dan pemahaman terhadap konseli sebagai individu yang khas.
3) Salah satu
cara untuk segera berinteraksi pada awal pertemuan konseling ialah melakukan
percakapan topik netral yang dapat membangun kesadaran konseli atas kelebihan
dan sumber-sumber dirinya bagi pengembangan solusi masalah yang dihadapinya.
4) Perubahan
merupakan proses interaksi karena itu hubungan kolaboratif konselor dan konseli
sangat penting. Melalui kolaborasi tersebut konselor dapat memhami dunia
konseli sehingga dapat bersama-sama mengkonstruksi masalah yang dapat diselesaikan
sedari awal hubungan konseling.
b. Identifikasi Masalah
Yang Dapat Dipecahkan (Identifying a solvable complaint)
1) Identifikasi
masalah merupakan salah satu langkah yang sangat esesnsial dalam konseling
karena dapat memfasilitasi pengembangan tujuan dan intervensi serta meningkatkan
perubahan.
2) Konselor dan
konseli mengkonstruksi citra masalah yang menempatkan solusinya dalam kendali konseli. Misalnya,
konstruksi masalah klien berkaitan dengan “Menjadikan teman sebangku
menghentikan penghinaannya.” Konstruksi ini berada di luar kendali konseli dan
sulit diubah dengan segara. Namun konstruksi masalah “Saya akan
tenang dan membela diri saat teman sebangku menghina saya.” berada dalam
kendali konseli.
3) Konselor menggunakan pertanyaan
sedemikan rupa sehingga mengkomunikasikan optimisme dan harapan untuk berubah dan
memberdayakan bagi konseli. Masalah yang dialami konseli sebagai sesuatu yang
normal dan dapat diubah. Misalnya, konselor bertanya kepada konseli ”Setelah
kita berbincang tentang hobimu, “Apa yang membuatmu menjumpai Bapak/Ibu di
ruang konseling ini?” daripada ”Masalah apa yang mengagangumu?” atau konselor
bertanya ”Apa yang akan kamu selesaikan/ubah?” daripada pertanyaan ”Apa yang
dapat saya bantu bagimu?”
4)
Konselor
menggunakan teknik accepatance, summarization, klarifikasi, pertanyaan
terbuka, dan teknik-teknik dasar komunikasi konseling yang lain untuk memahami kondisi
konseli secara jelas dan spesifik. Misalnya, konselor bertanya, ”Bagaimana kamu dapat
membuat dirimu sedih seperti sekarang ini?” dan ”Bagaimana cara belajarmu
sehingga kamu mendapatkan nilai-nilai pelajaran yang kurang memuaskanmu?”
5) Konselor SFBC acapkali menggunakan scaling
questions untuk menetapkan data dasar kondisi konseli dan memfasilitasi
identifikasi kemungkinan-kemungkinan dan kemajuan konseli
dalam konseling.
c. Penetepan Tujuan (Establishing
goals)
1) Konselor dan konseli berkolaborasi
menentukan tujuan yang spesifik, dapat diamati terukur, dan konkret.
2) Tujuan pada dasarnya dapat berbentuk
salah satu dari bentuk tujuan berkut (a) mengubah apa yang dilakukan dalam
situasi problematik, (b) mengubah pandangan atau kerangka pikir tentang situasi
masalah yang dihadapi, dan (c) mengases sumber-sumber, solusi, dan
kelebihan-kelebihan yang dimiliki konseli.
3) Pertanyaan yang
menyiratkan kesuksesan sangat penting seperti dalam penetapan tujuan
konseling. Misalnya “Apa yang akan menjadi penanda pertama bahwa kamu telah berubah?”
“Bagaimana cara kamu tahu bahwa
konseling bermanfaat bagimu?” “Bagaimana kamu dapat menceritakan bahwa kamu
telah berubah?”
4) Pembahasan rinci tentang perubahan
positif dapat mendorong untuk memperoleh pandangan yang jelas tentang solusi
yang tepat bagi konseli.
5) Konselor SFBC sering menggunakan miracle
questions untuk menetapkan tujuan konseling. Pertanyaan-pertanyaan yang menyertai miracle
questions memungkinkan konseli berimajinasi bahwa masalahnya terpecahkan,
menimbulkan harapan, memfasilitasi pembahasan bagaimana cara agar keajaiban
tersebut terjadi dalam kenyataan. Respons individu terhadap miracle
questions biasanya memberikan masukan bagi konselor dengan berbagai solusi
yang dapat digunakan untuk membantu konseli menyelesaikan masalahnya.
d. Merancang dan Melaksanakan
Intervensi (Designing and implementing intervention)
1) Intervensi dirancang untuk
menghambat pola-pola perilaku bermasalah dengan menunjukkan alternatif cara
mereaksi masalah tersebut.
2) Konselor memadukan pemahaman dan
kreativitasnya dalam menggunakan strategi konseling untuk
mendorong terjadinya perubahan meskipun sedikit.
3) Pertanyaan yang
sering digunakan selama tahap ini adalah “Perubahan apa yang telah terjadi?
“Apa yang telah berhasil di masa lalu ketika kamu menyelesaikan masalah yang
mirip dengan masalah ini? “Bagaimana
kamu membuat hal tersebut menjadi kenyataan?” “Apa yang ingin kamu lakukan agar
hal tersebut terjadi lagi?”
4) Alternatif intervensi yang telah
dirancang melalui pertanyaan-pertanyataan tersebut kemudian dilaksanakan dalam
kehidupan keseharian konseli sebagai bagian hidup mereka.
5) Konseli diberi kesempatan
mengaplikasikan alternative intervensi dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi antarsesi pertemuan konseling. Penyesuaian dilakukan jika diperlukan
pada setiap awal permulaan sesi konseling untuk memastikan bahwa konseli dapat
secara efektif membuat kemajuan terhadap perubahan posisitif yang diharapkan.
e. Terminasi,
Evaluasi, dan Tindak Lanjut
1) Konselor menggunakan teknik scaling
questions untuk mengetahui perubahan konseli
dibandingkan dengan perubahan awal konseling.
2) Setelah masalah konseli
terselesaikan dengan memuaskan maka mereka dapat mengakhiri konseling.
3) Konselor mendorong konseli untuk
menjadi konselor bagi dirinya sendiri dan mengaplikasikan keterampilan
pemecahan masalahnya terhadap masalah-masalah yang baru yang dihadapinya.
Konselor melakukan tindak lanjut pelayanan konseling dengan mengikuti
perkembangan perubahan konseli.
F.
Adlerian
Teori konseling Adlerian didasarkan
pada teori psikologi individual yang dikembangkan oleh Alfred Adler dan
pengikut-pengikutnya. Adler pada awalnya adalah murid Freud dan seorang
psikoanalisis yang kemudian memisahkan diri karena berbeda pendapat dengan
Freud dalam beberapa hal. Salah satu pandangan Freud yang tidak disetujui oleh
Adler adalah peran aspek biologis dan fisiologis sebagai determinan penting
pada perilaku dan perkembangan manusia. Meskipun Adler memiliki pandangan yang
sama dengan Freud berkenaan dengan pengalaman anak-anak sebagai determinan
perkeembangan perila kemudian, namun ia lebih memperluasnya dengan cara
menambahkan determinan lain seperti pengaruh konteks social, dinamika keluarga
dan pengasuhan anak.
Dalam perkembangannya, teori ini disebut konseling Adlerian,
yakni teori yang dikembangkan oleh Adler bersama dengan pengikut-pengikutnya.
Teori ini menekankan pada keutuhan (unity) dan keunikan individual. Pemahaman
terhadap perilaku dan perkembangan manusia harus dimulai dengan memahami tujuan
dan dorongan-dorongan perilakunya, konstelasi keluarga, dan gaya kehidupannya.
Teori ini menekankan pada minat social dan tujuan hidup manusia, serta pada
analisis kesadaran. Berdasarkan karakteristik tersebut teori Adlerian
digambarkan sebagai bersifat socio-teleo-analytic.
1.
Konsepsi Tentang Manusia
Seperti
halnya Freud, Adler juga mengakui pentingnya masa lima tahun pertama kehidupan
dalam mempengaruhi perkembangan manusia. Namun, meskipun ia mengakui bahwa
faktor-faktor biologis dan fisiologis memberikan arahan pada perkembangan, individu juga memiliki
kemampuan bawaan untuk mengarahkan dirinya sendiri. Bagi Adler, faktor bawaan
dan pengalaman awal kurang penting dibandingkan dengan “ apa yang dilakukan
oleh individu pada dirinya. “ Seligman, 2001: 78). Adler memiliki keyakinan
bahwa semua perilaku selalu terarah pada suatu tujuan ( goal Directed ) dan
bahwa manusia dapat menyalurkan perilakunya dalam cara-cara yang mendorong
perkembangan. Bagi Adler apa yang penting bagi manusia adalah mencapai
keberhasilan dan menemukan makna kehidupan. Upaya ke arah itu menjadi faktor
penentu perkembangan.
Adler
juga memandang manusia sebagai memiliki dorongan untuk menjadi orang yang berhasil. Adler juga
memiliki keyakinan bahwa perilaku manusia harus dipelajari dari sudut pandang
yang holistik. Pada usia antara 4-5 tahun, anak-anak sudah memiliki kesimpulan
umum tentang hidup dan cara yang “ terbaik” untuk menghadapi masalah hidup.
Mereka mendasarkan kesimpulan itu pada persepsi yang biasa tentang
peristiwa-peristiwa dan interaksi yang terjadi atau berlangsung disekelilingnya
dan kemudian membentuk suatu landasan bagi gaya hidupnya( Lifestyl ). Gaya
hidup ini bersifat unik pada setiap individu dan mempresentasikan pola-pola
perilaku yang akan menjadi dominan di sepanjang kehidupannya. Gaya hidup ini
jarang sekali dapat berubah tanpa adanya intervensi dari orang lain. Konstelasi
keluarga dan urutan kelahiran memberikan pengaruh yang kuat pada pembentukan
gaya hidup ini.
Adler
juga memandang manusia memiliki minat sosial yang bmenjadi barometer bagi
mental yang sehat ( Adler,1938,1964 : dalam Thompson,
Rudolph,&Henderson,2004). Minat sosial di konseptualisasikan sebagai suatu
bentuk perasaan terhadap dan kooperasi dengan orang lain, suatu perasaan untuk
memiliki dan terlibat dengan orang lain untuk mencapai tujuan-tujuan umum
kemasyarakatan.
2.
Implementasi Dan Aplikasi
a. Implementasi teori adlerian yang
meliputi:
1)
Tujuan
Konseling
a) Membina hubungan konselor klien
b) Membantu klien memahami keyakinan – keyakinan perasaan,
motivasi dan tujuan yang menentukan gaya hidupnya
c) Membantu klien mengembangkan wawasan pemahaman (insight) mengenai gaya
hidup dan menyadarkan mereka
d) Reducation
e) Mengembangkan
sosial interest individu dengan interest sosial
2) Proses Konseling
Konselor adrelian memiliki peran
yang sangat kompleks dan perlu memiliki banyak ketrampilan, berperan sebagai
pendidik, memperkembangkan minat social, dan mengajar klien dengan memodifikasi
gaya hidup, perilaku dan tujuannya serta sebagai seorang analis yang harus
memeriksa kesalahan asumsi dan logika konseli.
3) Teknik Konseling
Ketrampilan interpersonal yang
meliputi kesanggupan untuk memeberikan perawatan yang tulus, keterlibatan,
empati dan teknik-teknik komunikasi verbal maupun non verbal untuk
mengembangkan hubungan konseling.
Dorongan untuk mendorong konseli
konselor perlu memusatkan perhatian pada :
a) Apa yang dilakukan konseli bukan
mengavaluasi perilakunya
b) Perilaku sekarang bukan perilaku
lampau
c) Perilaku dan bukan pribadi konseli
d) Upaya dan bukan hasil
e) Motivasi instrintik dan bukan
ekstrintik
f) Yang dipelajari dan bukan yang tidak
dipelajari
g) Apa yang postif dan bukan apa yang
negative
Dorongan yang ditambah interpretasi
dan konfrontasi atau tantangan guna membantu konseli memperoleh kesadaran
tentang gaya hidupnya, mengakui alasan-alasan tersembunyi yang ada dibalik
perilakunya, mengapresiasi konsekuensi negative dari perilaku tersebut, dan
bekerja untuk mencapai perubahan positif.
Konselor terus memainkan peran aktif
untuk mendorong konseli menggunakan pemahamannya guna merumuskan
tindakan-tindakan nyata yang mengarah pada perubahan perilaku atau pemecahan
masalah. Adler juga merekomondasikan konselor untuk bertindak inovatif dan
kreatif dalam memilih menggunakan teknik.
b. Aplikasi
1)
Psikoterapi
Menurut Adler (dalam
Alwisol, 2004), psikopatologi merupakan akibat dari kurangnya keberanian,
perasaan inferior yang berlebihan, dan minat sosial yang kurang berkembang.
Jadi, tujuan utama psikoterapi adalah meningkatkan keberanian, mengurangi
perasaan inferior, dan mendorong berkembangnya minat sosial.
Adler yakin bahwa
siapa pun dapat mengerjakan apa saja. Keturunan memang sering membatasi kemampuan
seseorang, dalam hal ini sesungguhnya yang penting bukan kemampuan, tetapi
bagaimana orang memakai kemampuan itu. Melalui humor dan kehangatan, Adler
berusaha meningkatkan keberanian, harga diri, dan social interest klien.
Menurutnya, sikap hangat dan melayani dari terapis mendorong klien untuk
mengembangkan minat sosial di tiga masalah kehidupan; cinta atau sekual,
persahabatan, dan pekerjaan.
Pendekatannya tersebut telah dielaborasi dengan nama Adlerian Breif Therapy
(Corey, 2005).
2)
Menggali masa lalu ( Early
Recollection )
Menurut
Adler, ingatan masa lalu seseorang
selalu konsisten dengan gaya hidup orang itu sekarang, dan pandangan subyektif
orang itu terhadap pengalaman masa lalunya menjadi petunjuk untuk memahami
tujuan final dan gaya hidupnya.
3)
Mimpi
Gaya hidup
juga terekspresikan dalam mimpi. Adler menolak pandangan freud bahwa mimpi
adalah ekspresi keinginan masa kecil. Menurut Adler, mimpi bukan pemuas
keinginan yang tidak di terima ego tetapi bagian dari usaha si pemimpi untuk
memecahkan masalah yang tidak disenanginya atau masalah yang tidak dapat
dikuasainya ketika sadar
Jadi, bagi
Adler mimpi adalah usaha dari ketidaksadaran untuk menciptakan suasana hati
atau keadaan emosional sesudah bangun nanti, yang bisa memaksa si pemimpi
melakukan kegiatan yang semula tidak dikerjakan.
coba aja kakak tambah kan referensi dan footnote nya kak pasti lebih sempurna ini kk
BalasHapus