Senin, 02 Februari 2015

PENDEKATAN – PENDEKATAN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING



PENDEKATAN – PENDEKATAN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Memenuhi tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling PLS


Description: Logo_UIKA_New

Disusun Oleh:
Gumilar Ismail Mardiyanto
11211110240





PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
2015
PENDEKATAN – PENDEKATAN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
A.      Psikoanalisis
     Psikoanalisis adalah suatu sistem pendekatan dalam psikologi yang berasal dari penemuan-penemuan Freud dan menjadi dasar dalam yang berhubungan dengan gangguan kepribadian dan neurotik. Psikoanalisi memandang jiwa manusia sebagai ekspresi dari adanya dorongan yangmenimbulkan konflik.
1.        Hakikat Manusia
Sigmund Freud memandang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik, mekanistik, dan reduksionistik. Menurut Freud manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa psikoseksual yang terjadi selama lima-enam tahun pertama dalam kehidupan. Menurutnya, tingkah laku dideterminasi oleh energi psikis yaitu id, ego, dan superego. Ia juga melihat tingkah laku sebagai sesuatu yang dinamis dengan transformasi dan pertukaran energi di dalam kepribadiannya.
2.        Perkembangan Perilaku
a.       Struktur Kepribadian
1)      Id
Id dalah sistem kepribadian yang orisinil. Kepribadian setiap orang hanya terdiri dari Id ketika dilahirkan. Id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri, kurang terorganisasi, buta, menuntut, dan mendesak. Id bekerja menggunakan prinsip kesenangan.
2)      Ego
Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Ego adalah tempat bersemayam intelegensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan impuls-impuls buta dari Id. Ego bekerja menggunakan prinsip kenyataan.
3)      Superego
Super ego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Super ego bekerja menggunakan prinsip conscience dan ego ideal.


b.      Perkembangan Kepribadian
   Menurut Sigmund Freud perkembangan psikoseksual ditandai dengan beberapa tahapan dengan zona kesenangan yang dominan pada waktu tertentu:
1)      Tahun Pertama Kehidupan: Fase Oral
Pada fase ini mulut merupakan zona utama kesenangan dan kepuasan dasar didapat saat menggigit dan menyedot.
2)      Usia Satu Sampai Tiga Tahun: Fase Anal
Pada fase ini kepuasan dirasakan saat menahan maupun buang air besar.
3)      Usia Tiga Sampai Lima Tahun: Fase Falik
Pada fase ini zona kesenangan terletak di organ seks, baik pria maupun wanita harus berupaya melalui hasrat seksual.
4)      Usia Lima Tahun Sampai Masa Puber: Fase Laten
Pada fase ini energi difokuskan pada aktivitas berpasangan dan penguasaan pembelajaran kognitif, serta keahlian fisik secara pribadi.
5)      Masa Puber: Fase Genital
Pada fase ini jikalau telah berjalan dengan baik, maka masing-masing gender merasa lebih tertarik satu sama lain dan muncul pola interaksi heteroseksual yang normal.
3.        Pribadi Sehat dan Bermasalah
a.         Pribadi Sehat
Memiliki mekanisme pertahanan yang baik. Maksudnya pribadi yang bisa mengorganisir struktur kepribadiannya dengan baik dan bisa menyelaraskan antara id, ego, dan superegonya. Dalam hal ini individu tidak mengalami pengalaman frustasi yang berlebihan dan Ego bertindak secara rasional dalam mengambil tindakan-tindakan untuk mengatasi kecemasan yang muncul.
b.      Pribadi Bermasalah
Memiliki mekanisme pertahanan yang buruk. Maksudnya pribadi yang tidak bisa mengorganisir struktur kepribadiannya dengan baik dan tidak bisa menyelaraskan antara id, ego, dan superegonya. Ego bisa saja membiarkan dorongan-dorongan atau menekan perasaan-perasaan seksual dengan melakukan tindakan yang irasional dalam menghadapi kecemasan.
4.        Mekanisme Pengubahan
a.         Tahap-tahap Konseling
Tidak ada seperangkat praktik dalam psikodinamika yang disepakati bersama. Namun sesuai dengan tujuan konseling ini membantu konseli memahamai dorongan-dorongan ketidaksadaran ke kesadaran dan mengembangkan ego agar berkembang lebih baik, dalam hal ini ada beberapa isu penting dalam praktik konseling:
1)      Asesmen dilakukan oleh konselor agar memahami sejauhmana kemampuan konseli dalam merefleksikan diri dan membangun hubungan dengan konselor, sehingga konseling bisa dilakukan.
2)      Menegakkan aturan dan batasan yang jelas pada awal dan akhir sesi, keajekan pertemuan, jeda libur dan absen, memberikan latar belakang, dimana manipulasi atau upaya konseli untuk mengendalikan bisa dilihat dan selanjutnya dieksplorasi bersama konseli.
3)      Pentingnya wawasan konseli terhadap ekspresi emosi yang dirasakan sebagai bentuk katarsis konseli.
4)      Konseli seringkali akan mengulang perilakunya, pikirannya dan perasaannya di depan konselor yang dipandang sebagai bagian dari hubungan masa lalu. Oleh karenanya interpretasi transferensi oleh konselor bisa menyatukan sudut setiga pengalaman (orangtua atau masa lalu yang jauh, orang lain atau masa lalu yang tak terlalu jauh dan konselor atau saat ini atau transferensi), sehingga memberi wawasan pada pola perasaan atau perilakunya.
5)      Pemeranan, dimana konseli tidak mampu mengatakan sesuatu, namun merasakan kebutuhan untuk memerankan perasaan, dapat dilihat sebagai cara agar ia tidak perlu bicara.
6)      Fokus kerja konseling ada yang mengatakan penting dan tidak peting.
7)      Ketika konseli merasakan perasaan negatif yang sangat kuat terhadap konselor, seringkali ada hasrat yang lebih besar di pihak konseli untuk meninggalkan sesi konseling. Dalam hal ini sikap konselor tidak boleh bersikap defensif, namun sebaliknya harus membantu konseli untuk memahami perasaan yang sedang melingkupi.
b.        Teknik-teknik Konseling
1)         Penggunaan hubungan sistematik antara klien dan konselor
Konselor dan terapis psikoanalisa cenderung untuk bertindak alami terhadap klien mereka. Alasannya adalah para konselor sedang berusaha untuk mempresentasikan diri mereka sebagai ”layar kosong”, tempat klien dapat memproyeksikan fantasinya atau asumsi yang terpendam berkenaan dengan hubungan yang amat dekat dengan dirinya. Dengan menjadi netral dan tidak terikat, maka terapis dapat meyakinkan bahwa perasan klien terhadap dirinya bukan akibat apa yang dilakukannya. Proses ini disebut pemindahan (transfered) dan merupakan alat yang sangat berguna dalam terapi psikoanalisa.
2)        Melakukan identifikasi dan analisis terhadap penolakan dan pertahanan
Ketika klien membicarakan permasalahannya terapis mungkin bisa mencatat bahwa si klien mengelak, memotong, atau mempertahankan diri dari perasaan atau fakta tertentu. Freud memandang penting untuk mengetahui sumber penolakan tersebut, dan kondisi tersebut akan menarik perhatian klien apabila terjadi terus menerus.
3)        Asosiasi bebas atau ”katakan apapun yang muncul dalam pikiran”
Tujuannya adalah untuk membantu klien membicarakan dirinya sendiri dengan cara yang cenderung tidak terpengaruhi oleh mekanisme pertahanan diri.
4)      Menganalisis mimpi dan fantasi
Tujuannya adalah untuk menguji materi yang muncul dari level kepribadian seseorang yang lebih dalam dan lepas dari pertahanan dirinya.
5)       Interpretasi
Para konselor psikoanalitik akan menggunakan proses yang digambarkan di atas, yakni transference, mimpi, asosiasi bebas, dan lain-lain untuk mengumpulkan materi guna melakukan interpretasi. Melalui penafsiran mimpi, kenangan, dan transference, seorang konselor berusaha membantu pasiennya utnuk memahami akar permasalahn yang dihadapinya dan kemudian mendapatkan kontrol yang lebih besar terhadap permasalahan tersebut serta lebih banyak kebebasan untuk melakukan tindakan yang berbeda.
6)      Beragam teknik lain
Ketika berhadapan dengan anak-anak bukanlah suatu hal yang realistis untuk mengharapkan mereka mampu menuangkan konflik dalam diri mereka ke dalam kata-kata. Sebagai gantinya para analisis anak menggunakan mainan dan permainan untuk memungkinkan anak mengeksternalisasi ketakutan dan kekhawatirannya. Beberapa orang terapis yang menangani orang dewasa juga menemukan hasil yang menggembirakan dengan menggunakan teknik ekspresif seperti seni, mematung, dan membuat puisi. Teknik proyeksi seperti Thematic Apperception Test (TAT) juga dapat menghasilkan hal yang sama. Dan pada akhirnya, para terapi psikodinamik biasanya mendorong para klien untuk menulis catatan harian atau autobiografi sebagai cara untuk mengeksplorasi kondisi masa lalu dan masa sekarang mereka.
B.       Analisis Transaksional
            Analisis Transaksional (AT) adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. Transaksional maksudnya ialah hubungan komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Adapun hal yang dianalisis yaitu meliputi bagaimana bentuk cara dan isi dari komunikasi mereka. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan apakah transaksi yang terjadi berlangsung secara tepat, benar dan wajar. Bentuk, cara dan isi komunikasi dapat menggambarkan apakah seseorang tersebut sedang mengalami masalah atau tidak.
1.        Hakikat Manusia
            Pandangan analisis transaksional tentang hakekat manusia ialah :
a.       Pada dasarnya manusia mempunyai keinginan atau dorongan – dorongan untuk memperoleh sentuhan atau “stroke”.
b.      Kehidupan manusia bukanlah merupakan sesuatu yang telah ditentukan (anti deterministik)
c.       Manusia mampu memahami keputusan-keputusannya pada masa lalu & kemudian dapat memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang pernah diambil
d.      Manusia mempunyai kebebasan untuk memilih & dalam tingkat kesadaran tertentu indivu dapat menjadi mandiri dalam menghadapi persoalan hidupnya
e.       Hakekat manusia selalu ditempatkan dalam interaksi sebagai dasar pertumbuhan dirinya.
f.       Manusia dapat ditingkatkan, dikembangkan dan diubah secara langsung melalui proses yang aman, menggairahkan dan bahkan menyenangkan.
2.        Perkembangan Perilaku
a.       Struktur kepribadian
Adapun struktur kepribadian itu terdiri dari 3 status ego yaitu ; ego orang tua, ego dewasa dan ego anak.
1)      Status Ego orang tua. (ego state parent)
Yaitu bagian dari kepribadian yg menunjukkan sifat-sifat orang tua, berisi perintah (harus & semestinya). Jika individu merasa dan bertingkah laku sebagaimana orang tuanya dahulu, maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut dalam status ego orang tua. Status ego orang tua merupakan suatu kumpulan perasaan, sikap, pola-pola tingkah laku yang mirip dengan bagaimana orang tua individu merasa dan bertingkah laku terhadap dirinya.
2)      Status Ego dewasa (Ego state adult)
Yaitu bagian dari kepribadian yg objektif, stabil, tidak emosional, rasional, logis, tidak menghakimi, berkerja dengan fakta dan kenyataan-kenyataan, selalu berusaha untuk menggunakan informasi yang tersedia untuk menghasilkan pemecahan yang terbaik dalam pemecahan berbagai masalah. Dalam status orang dewasa selalu akan berisi hal-hal yang produktif, objektif, tegas, dan efektif dan bertanggung jawab dalam menghadapi kehidupan. Jika individu bertingkah laku sesuai dengan yang telah disebutkan tadi, maka individu tersebut dikatakan dalam status ego dewasa.
3)      Status ego anak (ego state child)
Yaitu bagian dari kepribadian yang menunjukkan ketidakstabilan, reaktif, humor, kreatif, serta inisiatif, masih dalam perkembangan, berubah-ubah, ingin tahu dan sebaginya. Status ego anak berisi perasaan, tingkah laku dan bagaimana berpikir ketika masih kanak-kanak dan berkembang bersama dengan pengalaman semasa kanak-kanak.
b.      Sikap dasar manusia.
Sehubungan dengan penilaian seseorang terhadap dirinya (I) dan orang lain (you), Thomas Harris (1985 : 50) mengklasifikasikan adanya 4 macam sikap dasar sesuai dengan perkembangan manusia.
1)      Posisi pertama     : I’m Not OK – You’re OK
Posisi ini menunjukkan bahwa pada diri seseorang merasakan bahwa ia lebih rendah dari orang lain. Posisi ini adalah sikap umum yang yang pertama dimiliki oleh anak pada masa awal kanak-kanak.
2)      Posisi kedua        : I’m Not OK – You’re Not OK
Yaitu sikap dasar yang memandang jelek baik atas dirinya maupun kepada orang lain. Kondisi seperti ini menandakan seseorang bermasalah atau depresi. Keadaan ini lebih parah dan berbahaya dari posisi pertama
3)      Posisi ketiga         : I’m OK – You’re Not OK
Yaitu sikap yang memandang jelek terhadap orang lain.Posisi hidup ini menunujukkan adanya kecenderungan pada diri seseorag untuk menuntut seseorang, menyalahkan seseorang, mengkambinghitamkan orang lain, menuduh orang lain.
4)      Posisi keempat    : I’m OK – You’re OK
Posisi ini adalah posisi hidup yang baik atau kepribadian yang sehat dan menunjukkan adanya suatu keseimbangan pada diri seseorang. Posisi ini menunjukkan adanya pengakuan akan orang lain yang memiliki hak yang sama dengan dirinya.
3.        Pribadi sehat dan bermasalah.
a.       Pribadi sehat.
Dalam pandangan teori ini kepribadian individu yang sehat adalah sebagai berikut;
1)        Memiliki posisi kehidupan I’M ok – You ‘re OK
2)        Status ego berfungsi secara tepat
3)        Relatif bebas dari script
4)        Memahami dirinya dan orang lain
b.      Pribadi bermasalah.
Kepribadian yang dipandang tidak normal menurut teori ini adalah sebagai berikut;
1)        Posisi kehidupan I’am not OK – You ‘re OK
2)        Posisi kehidupan I’am OK – You ‘re not OK
3)        Posisi kehidupan I’am not OK – You ‘re not OK
4)        Kontaminasi status ego
5)        Eksklusi (batas status ego yang kaku)
4.        Mekanisme Pengubahan
a.       Tahap – tahap Konseling
Menurut Harris, proses konseling AT ada beberapa tahapan, al:
1)      Pada bagian pendahuluan digunakan untuk menentukan kontrak dengan klien, baik mengenai masalah maupun tanggung jawab kedua pihak.
2)      Pada bagian kedua baru mengajarkan Klien tentang ego statenya dengan diskusi bersama Klien ( Shertzer & Stone, 1980 : 209).
3)      Kemudian membuat kontrak yang dilakukan oleh klien sendiri, yang berisikan tentang apa yang akan dilakukan oleh klien, bagaimana klien akan melangkah kearah tujuan yang telah ditetapkan, dan klien tahu kapan kontraknya akan habis. Kontrak bagi Dusay (Cosini, 1984 : 419 ) adalah berbentuk pernyataan klien – konselor untuk bekerja sama mencapai tujuan dan masing-masing terikat untuk saling bertangung jawab.
4)      Setelah kontrak ini selesai, baru kemudian konselor bersama klien menggali ego state dan memperbaikinya sehingga terjadi dan tercapainya tujuan konseling.
b.      Teknik Konseling
Dalam AT konseling diarahkan kepada bagaimana klien bertransaksi dengan lingkungannya. Karena itu, dalam melakukan konseling ini, konselor memfokuskan perhatian terhadap apa yang dikatakan klien kepada orang lain dan apa yang dikatakan orang lain kepada klien. Untuk itu, teknik yang sering digunakan dalam AT diantaranya adalah analisis struktur, analisis transaksional, analisis mainan dan analisis skript.
1)      Analisis Struktur
Analisis struktur maksudnya adalah analisis terhadap status ego yang menjadi dasar struktur kepribadian klien yang terlihat dari respons atau stimulus klien dengan orang lain
2)      Analisis transaksional
Konselor menganalisis pola transaksi dalam kelompok, sehingga konselor dapat mengetahui ego state yang mana yang lebih dominan dan apakah ego state yang ditampilkan tersebut sudah tepat atau  belum.
3)      Analisis Mainan
Analisis mainan adalah analisis hubungan transaksi yang terselubung antara Klien dengan konselor atau dengan Lingkungannya. Konselor menganalisis suasana permainan yang diikuti oleh klien untuk mendapat sentuhan, setelah itu dilihat apakah klien mampu menanggung resiko atau malah bergerak kearah resiko yang tingkatnya lebih rendah.
4)      Analisis Skript
Analisis Skript ini merupakan usaha konselor untuk mengenal proses terbentuknya skript yang dimiliki klien. Analisis skript ini hendaknya sampai menyelidiki transaksi seseorang sejak dalam asuhan orang tua, pada masa ini terjadi transaksi antara orang tua dengan anak-anaknya. Dan pada akhirnya terbentuk suatu tujuan hidup dan rencana hidup (script atau naskah). Hal ini dilakukan apabila konselor sudah meyakini bahwasanya kliennya terjangkit posisi hidup yang tidak sehat.



C.      Logotherapy
Logoterapi merupakan sebuah aliran psikologi atau psikiatri modern yang menjadikan makna hidup sebagai tema sentralnya. Aliran ini dikembangkan oleh seorang ahli neuro-psikiater keturunan Yahudi, Viktor Emile Frankl. Frankl yang pada awalnya merupakan pengikut Freud dan Adler, membelot dari ajaran para seniornya tersebut. Ajaran ini mulai dikembangkan oleh Frankl pada tahun 1942, di mana ia bersama ribuan orang Yahudi lainnya menjadi tawanan camp konsentrasi maut Nazi di Auschwitz, Dachau, Treblika, dan Maidanek. Pengalaman penuh penderitaan pada camp konsentrasi itu dijadikan Frankl sebagai “Laboratorium hidup” untuk ajaran barunya tersebut.
1.        Hakikat Manusia
a.       Menurut Frankl, manusia merupakan satu kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan, dan spiritual.
b.      Frankl menyatakan bahwa manusia memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi dengan dimensi ragawi dan kejiwaan. Frankl menggunakan istilah noetic sebagai padanan dari spiritual, supaya tidak disalahpahami sebagai konsep agama.
c.        Dengan adanya dimensi noetic ini manusia mampu melakukan self-detachment yakni dengan sadar mengambil jarak terhadap dirinya serta mampu meninjau dan menilai dirinya sendiri.
d.       Manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa berinteraksi dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta mampu mengolah lingkungan fisik di sekitarnya.
2.        Pandangan Logotherapy terhadap Masalah
     Konseling logoterapi merupakan konseling untuk membantu individu mengatasi maslah ketidakjelasan makna dan tujuan hidup, yang sering menimbulkan kehampaan dan hilangnya gairah hidup. Dalam logoterapi masalah adalah ujian hidup yang menurut Frankl harus dihadapi dengan keberanian dan kesabaran. Keberanian untuk membiarkan masalah ini sementara waktu tak terpecahkan, dan kesabaran untuk tidak menyerah dan mengupayakan penyelesaian.
3.        Hubungan Konselor dengan Konseli dalam Logotherapy
     Frankl mengatakan bahwa fungsi konselor bukanlah menyampaikan kepada konseli apa makna hidup yang harus diciptakannya. Melainkan mengungkapkan bahwa konseli bisa menemukan makna, bahkan juga dari penderitaan, karena penderitaan manusia bisa diubah menjadi prestasi melalui sikap yang diambilnya dalam menghadapi penderitaan itu.
     Konseling logoterapi berorienytasi pada masa depan (future oriented) dan berorientasi pada makna hisup (meaning oriented). Relasi yang dibangun antara konselor dengan konseli adalah encounter, yaitu hubungan antar pribadi yang ditandai oleh keakraban dan keterbukaan, serta sikap dan kesediaan untuk saling menghargai, memahami, dan menerima sepenuhnya satu sama lain.
4.        Tahapan-Tahapan Konseling Logotherapy
a.       Tahap perkenalan dan pembinaan rapport.
Pada tahap ini diawali dengan menciptakan suasana nyaman untuk konsultasi dengan pembinaan rapport yang makin lama membuak peluang untuk encounter.
b.      Tahap pengungkapan dan penjajagan masalah
Pada tahap ini konselor mulai membuka dialog mengenai maslah yang dihadapi konseli.
c.       Pada tahap pembahasan bersama, konselor dan konseli bersama-sama membahas dan menyamakan persepsi atas masalah yang dihadapi. Tujuannya untuk menemukan arti hidup sekalipun dalam penderitaan.
d.      Tahap evaluasi dan penyimpulan mencoba memberi interpretasi atas informasi yang diperoleh sebagai bahan untuk tahap selanjutnya, yaitu perubahan sikap dan perilaku konseli. Pada tahap-tahap ini tercakup modifikasi sikap, orientasi terhadap makna hidup, penemuan dan pemenuhan makna, dan pengurangan symptom. \
5.        Teknik-teknik Logotheraphy
            Frankl dengan logotherapy-nya tidak hanya menyumbang teori, tetapi juga teknik-teknik terapi yang khusus kepada dunia psikoterapi. Menurut Semiun (2006) teknik-teknik logotherapy yang terkenal adalah intensi paradoksikal, derefleksi, dan bimbingan rohani.
a.         Intensi Paradoksikal
Teknik intensi paradoksikal adalah teknik dimana klien diajak melakukan sesuatu yang paradoks dengan sikap klien terhadap situasi yang dialami. Jadi klien diajak mendekati dan mengejek sesuatu (gejala) dan bukan menghindarinya atau melawannya. Teknik ini pada dasarnya bertujuan lebih daripada perubahan pola-pola tingkah laku. Lebih baik dikatakan suatu reorientasi eksistensial. Menurut logotherapy disebut antagonisme psikonoetik yang mengacu pada kapasitas manusia untuk melepaskan atau memisahkan dirinya tidak hanya dari dunia, tetapi juga dari dirinya sendiri.
Teknik ini diarahkan pada penghapusan gejala melalui cara yang paradoks, yakni meminta kepada klien agar ia dengan sengaja menampilkan gejala yang dialaminya, tetapi dengan melebih-lebihkan dan mengejek atau berhumor atas gejala itu. Landasan dari intensi paradoksikal ini adalah kesanggupan manusia untuk bebas bersikap dan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri. Mengambil jarak terhadap diri sendiri berarti melampaui diri sendiri, dan inilah yang dinamakan humor. Frankl (dalam Semiun, 2006) mengemukakan bahwa humor tehadap diri sendiri atau menertawakan gejala-gejalanya sendiri bagi individu memiliki pengaruh kuratif.
b.      Derefleksi
Frankl (dalam Semiun, 2006) percaya bahwa sebagian besar persoalan kejiwaan berasal dari perhatian yang terlalu fokus pada diri sendiri. Dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Dengan teknik tersebut, klien diberi kemungkinan untuk mengabaikan neurosisnya dan memusatkan perhatian pada sesuatu yang terlepas dari dirinya.
c.       Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada penderitaan yang tidak dapat terhindarkan atau dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya. Pada metode ini, individu didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif terhadap penderitaanya dalam rangka menemukan makna di balik penderitaan tersebut.

D.      Teori Gestalt
Makna dari teori gestalt adalah teori ini mengajarkan konselor dan konseli metode kesadaran fenomenologi, yaitu bagaimana individu memahami, merasakan, dan bertindak serta membedakannya dengan interprestasi terhadap suatu kejadian dan pengalaman masa lalu. Teori ini juga dianggap teori yang hidup dan mempromosikan pengalaman langsung, bukan sekadar membicarakan permasalahan dalam konseling. Oleh karena itu, teori ini disebut juga experiental, dimana konseli merasakan apa yang mereka rasakan, pikirkan dan lakukan pada saat konseli berinteraksi dengan orang lain (Corey,1986,p.120)
1.        Pandangan Teori Gestalt tentang keberadaan manusia
Pandangan pendekatan Gestalt terhadap manusia dipengaruhi oleh filsafat eksistensial dan fenomenologi. Asumsi dasar pendekatan Gestalt tentang manusia adalah bahwa individu dapat mengatasi sendiri permasalahannya dalam hidup, terutama bila mereka menggunakan kesadaran akan pengalaman yang sedang dialami dan dunia sekitarnya. Gestalt berpendapat bahwa individu memiliki masalah karena menghindari masalah. Oleh karena itu pendekatan Gestalt mempersiapkan individu dengan intervensi dan tantangan untuk membantu konseli mencapai integrasi diri dan menjadi lebih autentik (Corey, 1993,p.121).
2.        Individu Yang Sehat Dan Bermasalah
            Pendekatan Gestalt berpendapat bahwa individu yang sehat secara mental adalah:
a.       Individu yang dapat mempertahankan kesadaran tanpa dipecah oleh berbagai stimulasi dari lingkungan yang dapat mengganggu perhatian individu. Orang tersebut dapat secara penuh dan jelas mengalami dan mengenali kebutuhannya dan alternatif potensi lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya.
b.      Individu yang dapat merasakan dan berbagi konflik pribadi dan frustasi tapi dengan kesadaran dan konsentrasi yang tinggi tanpa ada percampuran dengan fantasi-fantasi.
c.       Individu yang dapat membedakan konflik dan masalah yang dapat diselesaikan dan tidak dapat diselesaikan.
d.      Individu yang dapat mengambil tanggung jawab atas hidupnya.
e.       Individu yang dapat berfokus pada satu kebutuhan (the figure) pada satu waktu sambil menghubungkannya dengan kebutuhan yang lain (the ground), sehingga ketika kebutuhan itu terpenuhi disebut juga Gestalt yang sudah lengkap (Thompson et.al.2004,p.184-185).
Menurut Gestalt, individu menyebabkan dirinya terjerumus pada masalah-masalah tambahan, karena tidak mengatasi kehidupannya dengan baik pada kategori dibawah ini:
a.       Kurang kontak dengan lingkungan, yaitu individu menjadi kaku dan memutus hubungan antara dirinya dengan orang lain dan lingkungan.
b.      Confluence, yaitu individu yang terlalu banyak memasukkan nilai-nilai dirinya kepada orang lain atau memasukkan nilai-nilai lingkungan pada dirinya, sehingga mereka kehilangan pijakan dirinya dan kemudian lingkungan yang mengontrol dirinya.
c.       Unfinished business, yaitu orang yang memiliki kebutuhan yang tidak terpenuhi, perasaan yang tidak diekspresikan dan situasi yang belum selesai yang mengganggu perhatiannya (yang mungkin dimanifestasikan dalam mimpi).
d.      Fragmentasi, yaitu orang yang mencoba untuk menemukan atau menolak kebutuhannya seperti kebutuhan agresi.
e.       Topdog/underdog: orang yang mengalami perpecahan pada kepribadiannya, yaitu antara apa yang mereka pikir”harus” dilakukan (topdog) dan apa yang mereka “inginkan” (underdog).
f.       Polaritas atau dikotomi, yaitu orang yang cenderung untuk”bingung dan tidak dapat berkata-kata (speecheless)” pada saat terjadi dikotomi dalam dirinya seperti antara tubuh dan pikiran (body and mind), antara diri dan lingkungan (self-external world), antara emosi dan kenyataan (emotion-reality), dan sebagainya (Thompson et.al.2004,p.185-186).
3.        Kosep Dasar Gestalt
a.       Disini dan sekarang (Here and Now)
Perls mengatakan bahwa “kekuatan ada pada masa kini” (“power is in the present”). Pendekatan ini mengutamakan masa sekarang, segala sesuatu tidak ada kecuali yang ada pada masa sekarang (the now), karena masa lalu telah berlalu dan masa depan belum sampai, hanya masa sekarang yang penting. Hal ini karena dalam pendekatan Gestalt mengapresiasi pengalaman pada masa kini (Corey, 1986,p.122). Menurut Gestalt, kebanyakan orang kehilangan kekuatan masa sekarangnya. Alih-alih menghargai pengalaman masa sekarang, individu menginvestasikan energinya untuk mengeluh tentang kesalahan masa lalu dan bergulat pada resolusi dan rencana masa depan yang tidak ada ujungnya. Dalam konseling Gestalt, untuk membantu konseli melakukan kontak dengan masa sekarang, konselor menggunakan kata tanya misal “apa” (what) dan “bagaimana” (how), jarang sekali menggunakan kata “mengapa” (why). Kata “mengapa” (why) dikategorikan sebagai “kata kotor” (dirty word) karena menggiring konseli untuk melakukan rasionalisasi dan khayalan diri(self-deception) (Corey,1986,p.122). Masa lalu tidak penting kecuali bila berhubungan dengan fungsi-fungsi individu yang dibutuhkan pada masa sekarang.
b.         Lapisan Neurosis (Layers of Neurosis)
Menurut pandangan Gestalt, individu memiliki lima lapisan neurosis dalam dirinya yang diumpamakan seperti kulit bawang yang berlapis-lapis. Bila individu ingin mencapai kematangan psikologis, mereka harus mengupas lima lapisan neurosis ini. Lapisan-lapisan neurosis yang menyebabkan gangguan perkembangan psikologis individu adalah:
1)      Lapisan phony (The phony layer)
2)      Lapisan phobic (The phobic layer)
3)      Lapisan impasse (The impasse layer)
4)      Lapisan implosif (The implosive layer)
5)      Lapisan ekplosif (The explosive layer)
4.        Teknik digunakan pada Teori Gestalt
Teknik-teknik Teori Gestalt bisa berguna sebagai alat untuk membantu klien guna memperoleh kesadaran yang lebih penuh, mengalami konflik-konflik internal, menyelesaikan inkonsistensi-inkonsistensi dan dikotomi-dikotomi, dan menembus jalan buntu yang menghambat penyelesaian urusan yang tak selesai.Yang mencakup :
a.         Eksperimen
            Eksperimen berarti mendorong konseli untuk mengalami dan mencoba cara-cara baru. Melalui teknik ini konselor membelajarkan konseli untuk menyelami dan menghayati kembali masalah-masalah yang tak terselesaikan ke dalam situasi disini dan sekarang.
b.       Memaknakan impian
            Seperti halnya psikoanalisa, dalam terapi Gestalt juga digunakan interpretasi impian. Namun dalam terapi Gestalt impian bukanlah sebagai ” jalam lebar menuju ketidaksadaran” seperti yang diungkapkan oleh konseling psikoanalisa, tetapi impian adalah ” jalan yang lebar menuju integrasi diri”. Dengan memahami impian konseli lebih mungkin memperoleh kasadaran, mengambil tanggungjawab bagi impian-impiannya, melihat impiannya sebagai bagian dari dirinya, memiliki perasaaan integrasi yang lebih besar, dan menjadi lebih sadar tentang pikiran-pikiran dan emosinya yang direfleksikan dalam impian tersebut.
c.         Bermain peran
            Bermain dalam berbagai bentuk, menjadi teknik yang esensial dalam terapi Gestalt. Bentuk permainan yang paling awal digunakan dalam terapi Gestalt adalah psikodrama. Namun pada perkembangannya psikodrama hampir tidak digunakan lagi. Bentuk bermain peran yang paling sering digunakan adalah  ”kursi kosong” atau disebut juga konseling panas untuk format konseling individual.
d.      Melatih kepekaan terhadap pesan tubuh
            Konselor juga berusaha mendorong konseli untuk mencapai kesadaran tentang keutuhan (e sense of wholeness). Banyak orang yang memiliki kesadaran yang baik tentang emosi dan pikirannya, tetapi kurang peka terhadap sensasi tubuhnya. Oleh karena iti konselor terapi Gestalt berusaha membantu konseli agar lebih peka terhadap pesan-pesan tubuhnya.
e.          Kelompok
            Praktek dalam terapi Gestalt dapat dilaksanakan melalui format individual maupun kelompok. Namun format kelompok dipandang lebih efisien. Umpan balik yang diterima dari konselor maupun dari anggota kelompok dapat mempercapat proses kesadaran.
f.         Permainan Dialog
            Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya : (a) kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak; (b) kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh; (c) kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh” (d) kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung; (e) kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.
            Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.
g.        Latihan Saya Bertanggung Jawab
            Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain.
            Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.
Misalnya :
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
h.        Bermain Proyeksi
            Proyeksi artinya memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain.Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya.
            Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
i.          Teknik Pembalikan
            Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
            Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.


j.          Tetap dengan Perasaan
            Teknik dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
            Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
            Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
k.        Urusan yang tak selesai
            Dalam terapi Gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai, yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, dan sebagainya. Bilamana urusan yang tak selesai membentuk pusat keberadaan seseorang, maka semangat semangat pemikiran orang itu menjadi terhambat.
l.         “Saya memiliki suatu rahasia”
            Teknik ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi perasaan-perasaan berdosa dan malu. Teknik ini juga bisa digunakan sebagai metode pembentukan kepercayaan dalam rangka mengeksplorasi mengapa para klien tidak mau membukakan rahasianya dan mengekplorasi ketakutan-ketakutan menyampaikan hal-hal yang mereka anggap memalukan atau menimbulkan rasa berdosa.
m.      Permainan ulangan
            Para anggota kelompok terapi melakukan permainan berbagi pengulangan satu sama lain dalam upaya meningkatkan kesadaran atas pengulangan-pengulangan yang dilakukan oleh mereka dalam memenuhi tuntutan memainkan peran-peran sosial.

E.       Postmodern
Postmodern adalah suatu kondisi dimana terjadi penolakan / ketidak percayaan terhadap segala hal yang mengarah kepada kebenaran tunggal, keuniversalan, keobjektifan (sesuatu apapun yang hendak dijadikan dasar untuk menilai benar – salahnya sebuah konsep / pengetahuan) atas suatu objek dan realita yang terjadi.
Postmodern mengadopsi narasi, pandangan konstruksionis sosial menyoroti bagaimana kekuasaan, pengetahuan, dan “kebenaran” yang dinegosiasikan dalam keluarga dan sosial lainnya dan konteks budaya (Freedman & Combs, 1996). Terapi ini, dalam bagian, sebuah badan reestablishment pribadi dari penindasan masalah eksternal dan kisah-kisah dominan yang lebih besar.
1.        Pandangan Tentang Sikap Dasar Manusia
a.         Manusia hidup dengan beranekaragam realitas (bahasa, cerita, ideologi) Pluralistik
b.         Tiada kebenaran tunggal
c.         Kebenaran bersifa kontekstual, subjektif
d.        Manusia berbekal metode ilmiah yang tepat dapat menemukan pengetahuan yang terpercaya (realible) dan sahih (valid) tentang klien dan masalah-masalahnya
2.        Pendekatan Konseling Postmodern Solution-focused brief counseling (SFBC)
Solution-focused brief counseling (SFBC) merupakan salah satu pendekatan konseling postmodern yang paling penting (Corey, 2009). Pendekatan ini didirikan dan dikembangkan terutama oleh Steve de Shazer dan Insoo Kim Berg sejak dekade 1980-an di Brief Therapy Center di Milwaukee Wisconsin Amerika Serikat (Capuzzi & Gross, 2009; Sharf, 2004).
Dalam perkembangannya, SFBC dipengaruhi pendekatan-pendekatan pemberian bantuan yang telah berkembang saat itu, diantaranya brief therapy yang dikembangkan Milton Erickson (Gladding, 2009), pendekatan behavior, pendekatan cognitive- behavior , dan systems family therapy (Seligman, 2006).
Pendekatan konseling ini banyak dibutuhkan pada era para konseli dan lembaga-lemaga pemberian bantuan psikologis menuntut layanan konseling yang singkat dan efektif. Demikian pula, keterampilan konseling singkat diperlukan konselor yang bekerja dalam latar pemberian bantuan yang diharapkan memberikan layanan yang lebih banyak dengan waktu yang lebih singkat (Gladding, 2009).
Pendekatan konseling ini menjadi semakin populer dalam pelayanan konseling karena kepraktisan, efisiensi, dan kefektivan dalam pembantuan terhadap konseli (Sciarra, 2004). Disamping itu, sekarang, SFBC merupakan pendekatan konseling yang paling banyak digunakan oleh praktisi profesi pemberian bantuan (Sperry, 2010). SFBC efektif dalam pembantuan terhadap keluarga, pasangan, para individu, anak-anak, dan remaja dengan beragam masalah kehidupan (Prochaska & Norcross, 2007).
SFBC tidak menggunakan teori kepribadian dan psikopatologi yang berkembang saat ini. Konselor SFBC berkeyakinan bahwa tidak bisa memahami secara pasti tentang penyebab masalah individu. Konselor perlu tahu apa yang membuat orang memasuki masa depan yang lebih baik dan lebih sehat, yaitu tujuan yang lebih baik dan lebih sehat. Individu tidak bisa mengubah masa lalu tetapi ia dapat mengubah tujuannya. Tujuan yang lebih baik dapat mengatasi masalah dan mengantarkan ke masa depan yang lebih produktif. Konselor perlu mengetahui karakteristik tujuan konseling yang baik dan produktif: positif, proses, saat sekarang, praktis, spesifik, kendali konseli, bahasa konseli.
Sebagai ganti teori kepribadian dan psikopatologi, masalah dan masa lalu, SFBC berpokus pada saat sekarang yang dipandu oleh tujuan positif yang spesifik yang dibangun berdasarkan bahasa konseli yang berada di bawah kendalinya.
3.        Teori Proses Konseling
a.       Berfokus pada solution talk daripada problem talk.
b.      Proses konseling diorientasikan bagi paningkatan kesadaran eksepsi terhadap pola masalah yang dialami dan pemilihan proses perubahan secara sadar.
c.       Peningkatan kesadaran eksepsi terhadap pola masalahnya dapat menciptakan solusi.
d.      Pemilihan proses perubahan dapat menentukan masa depan kehidupan konseli
e.       Beberapa petunjuk pilihan yang memandirikan: (1) if it works, don’t fix it. Choose to do more of it, (2) if it works as a little, choose to build on it, (3) if nothing seems to be working, choose to experiment, including imagining miracles, dan (4) choose to approach each session as if it were the last. Change starts now, not next week.
4.      Hubungan Konseling
a.         Kolaborasi antara konselor dan konseli dalam membangun solusi bersama.
b.         Kolaborasi menekankan solusi masalah konseli dan teknik konseling yang digunakan konselor daripada hubungan konseling.
c.         Konselor sebagai ahli tentang proses dan struktur konseling yang membantu konseli membangun tujuannya menuju solusi yang berhasil.
d.        Konseli sebagai ahli mengenai tujuan yang ingin dibangun.
e.         Konselor aktif dalam memindahkan fokus secepat mungkin dari masalah pada solusi.
f.          Konselor mengarahkan konseli mengeksplorasi kelebihan dan membangun solusi.
g.         Konselor mendorong inisiatif konseli dan membantu melihat dan menggunakan tanggung jawabnya dengan lebih baik (Prochaska & Norcross, 2007)
5.        Teknik Konseling
a.         Exception-finding questions (Pertanyaan penemuan pengecualian): pertanyaan tentang saat-saat dimana konseli bebas dari masalah. Penemuan eksepsi membantu konseli memperjelas kondisi perubahan, memiliki kekuatan dan kemampuan menyelesiakan masalah, memberikan bukti nyata peneyelesaian dan membantu konseli menemukan kekuatan dirinya yang terlupakan. Misalnya, ”Kapan kamu dapat mengelola masalah ini dengan saksama?’ ”Kapan kamu berbuat yang berbeda dari yang sekarang?” ”Coba kemukakan kepada saya saat-saat kamu bebas dari masalah!”
b.         Miracle questions (Pertanyaan keajaiban): pertanyaan yang mengarahkan konseli berimajinasi apa yang akan terjadi jika suatu masalah yang dialami secara ajaib terselesaikan. Teknik ini membantu memperjelas tujuan dan menyoroti eksespsi masalah dengan merangsang konseli untuk mengimajinasikan suatu solusi dan memberantas hambatan dalam penyelesaian masalah serta membangun harapan terhadap terjadinya perubahan. Misalnya, konseli ditanya,”Bayangkan pada suatu malam, ketika kamu sedang tidur, terjadi suatu keajaiban dan semua masalahmu terselesaikan. Bagaimana kamu tahu bahwa masalahmu terpecahkan? Apa yang kamu lakukan saat itu yang menujukkan bahwa masalahmu terselesaikan dengan tuntas?
c.         Scaling questions (Pertanyaan berskala): pertanyaan yang meminta konseli membuat yang abstrak menjadi konkret, yang samar menjadi jelas dengan mengangkakan kekuatan, masalah, keadaan, atau perubahan konseli. Misalnya pernyataan konselor, ”Pada suatu skala dengan rentang 1 sampai 10, dimana 1 berarti kamu tidak memiliki kendali sama sekali terhadap masalahmu dan 10 berarti kamu memiliki kendali penuh terhadap masalahmu, lalu pada rentang angka yang mana kamu menempatkan dirimu dalam skala tersebut? dan ”Apa yang kamu perlukan agar kamu dapat naik satu angka dalam skala tersebut?”
d.        Compliments (Penghargaan/Pujian): pesan tertulis yang dirancang untuk memberikan penghargaan dan pujian atas kelebihan, kemajuan, dan karakteristik positif bagi pencapaian tujuan konseli. Teknik ini digunakan sebelum konseli diberi tugas menjelang akhir pertemuan konseling.
e.         Presession change question (Pertanyaan perubahan prapertemuan) ialah pertanyaan yang dimaksudkan untuk menemukan eksepsi atau mengeksplorasi solusi yang diupayakan konseli. Tujuannya ialah menciptakan harapan terhadap perubahan, menekankan peran aktif dan tanggung jawab konseli dan menunjukkan bahwa perubahan terjadi di luar ruang konseling. Misalnya, konselor bertanya, ”Sejak pertemuan yang lalu, apakah kamu melihat adanya perubahan pada dirimu?” atau ” Sejak pertemuan yang lau apakah kamu menemukan cara baru dalam melihat masalah yang kamu alami?” atau ”Sejak percakapan kita yang lalu di telepon, apa perubahan yang kamu alami sejauh ini?”
f.          Formula first session task (Formula tugas pertemuan pertama): Format tugas rumah yang diberikan konselor kepada konseli untuk dikerjakan antara pertemuan pertama dan pertemuan kedua. Misalnya, Konelor mengatakan,”Antara sekarang dan pertemuan yang akan datang, saya harap kamu dapat mengamati apa yang terjadi pada hubunganmu dengan teman-teman sekelasmu yang kamu ingin terus pelihara sehingga kamu dapat menjelaskannya kepada saya pada pertemuan yang akan datang.” Pada awal pertemuan konseling kedua, konselor menanyakan apa yang telah diamati konseli sekaligus menanyakan apa yang ingin terus dipelihara dalam hubungan dengan teman-teman sekalasnya.
6.      Tahap-tahap Konseling
a.       Pembinaan Hubungan (Establishing relationship)
1)      Pembinaan hubungan diperlukan untuk menjalin hubungan baik dan kolaboratif antara konselor dan konseli bagi pencapaian perubahan yang diharapkan.
2)      Dalam pembinaan hubngan baik tersebut, konselor menunjukkan perhatian penerimaan, penghargaan, dan pemahaman terhadap konseli sebagai individu yang khas.
3)      Salah satu cara untuk segera berinteraksi pada awal pertemuan konseling ialah melakukan percakapan topik netral yang dapat membangun kesadaran konseli atas kelebihan dan sumber-sumber dirinya bagi pengembangan solusi masalah yang dihadapinya.
4)      Perubahan merupakan proses interaksi karena itu hubungan kolaboratif konselor dan konseli sangat penting. Melalui kolaborasi tersebut konselor dapat memhami dunia konseli sehingga dapat bersama-sama mengkonstruksi masalah yang dapat diselesaikan sedari awal hubungan konseling.


b.      Identifikasi Masalah Yang Dapat Dipecahkan (Identifying a solvable complaint)
1)      Identifikasi masalah merupakan salah satu langkah yang sangat esesnsial dalam konseling karena dapat memfasilitasi pengembangan tujuan dan intervensi serta meningkatkan perubahan.
2)      Konselor dan konseli mengkonstruksi citra masalah yang menempatkan solusinya dalam kendali konseli. Misalnya, konstruksi masalah klien berkaitan dengan “Menjadikan teman sebangku menghentikan penghinaannya.” Konstruksi ini berada di luar kendali konseli dan sulit diubah dengan segara. Namun konstruksi masalah “Saya akan tenang dan membela diri saat teman sebangku menghina saya.” berada dalam kendali konseli.
3)      Konselor menggunakan pertanyaan sedemikan rupa sehingga mengkomunikasikan optimisme dan harapan untuk berubah dan memberdayakan bagi konseli. Masalah yang dialami konseli sebagai sesuatu yang normal dan dapat diubah. Misalnya, konselor bertanya kepada konseli ”Setelah kita berbincang tentang hobimu, “Apa yang membuatmu menjumpai Bapak/Ibu di ruang konseling ini?” daripada ”Masalah apa yang mengagangumu?” atau konselor bertanya ”Apa yang akan kamu selesaikan/ubah?” daripada pertanyaan ”Apa yang dapat saya bantu bagimu?”
4)      Konselor menggunakan teknik accepatance, summarization, klarifikasi, pertanyaan terbuka, dan teknik-teknik dasar komunikasi konseling yang lain untuk memahami kondisi konseli secara jelas dan spesifik. Misalnya, konselor bertanya, ”Bagaimana kamu dapat membuat dirimu sedih seperti sekarang ini?” dan ”Bagaimana cara belajarmu sehingga kamu mendapatkan nilai-nilai pelajaran yang kurang memuaskanmu?”
5)      Konselor SFBC acapkali menggunakan scaling questions untuk menetapkan data dasar kondisi konseli dan memfasilitasi identifikasi kemungkinan-kemungkinan dan kemajuan konseli dalam konseling.
c.       Penetepan Tujuan (Establishing goals)
1)      Konselor dan konseli berkolaborasi menentukan tujuan yang spesifik, dapat diamati terukur, dan konkret.
2)      Tujuan pada dasarnya dapat berbentuk salah satu dari bentuk tujuan berkut (a) mengubah apa yang dilakukan dalam situasi problematik, (b) mengubah pandangan atau kerangka pikir tentang situasi masalah yang dihadapi, dan (c) mengases sumber-sumber, solusi, dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki konseli.
3)      Pertanyaan yang menyiratkan kesuksesan sangat penting seperti dalam penetapan tujuan konseling. Misalnya “Apa yang akan menjadi penanda pertama bahwa kamu telah berubah?” “Bagaimana cara kamu tahu bahwa konseling bermanfaat bagimu?” “Bagaimana kamu dapat menceritakan bahwa kamu telah berubah?”
4)      Pembahasan rinci tentang perubahan positif dapat mendorong untuk memperoleh pandangan yang jelas tentang solusi yang tepat bagi konseli.
5)      Konselor SFBC sering menggunakan miracle questions untuk menetapkan tujuan konseling.  Pertanyaan-pertanyaan yang menyertai miracle questions memungkinkan konseli berimajinasi bahwa masalahnya terpecahkan, menimbulkan harapan, memfasilitasi pembahasan bagaimana cara agar keajaiban tersebut terjadi dalam kenyataan. Respons individu terhadap miracle questions biasanya memberikan masukan bagi konselor dengan berbagai solusi yang dapat digunakan untuk membantu konseli menyelesaikan masalahnya.
d.      Merancang dan Melaksanakan Intervensi (Designing and implementing intervention)
1)      Intervensi dirancang untuk menghambat pola-pola perilaku bermasalah dengan menunjukkan alternatif cara mereaksi masalah tersebut.
2)      Konselor memadukan pemahaman dan kreativitasnya dalam menggunakan strategi konseling untuk mendorong terjadinya perubahan meskipun sedikit.
3)      Pertanyaan yang sering digunakan selama tahap ini adalah “Perubahan apa yang telah terjadi? “Apa yang telah berhasil di masa lalu ketika kamu menyelesaikan masalah yang mirip dengan masalah ini? “Bagaimana kamu membuat hal tersebut menjadi kenyataan?” “Apa yang ingin kamu lakukan agar hal tersebut terjadi lagi?”
4)      Alternatif intervensi yang telah dirancang melalui pertanyaan-pertanyataan tersebut kemudian dilaksanakan dalam kehidupan keseharian konseli sebagai bagian hidup mereka.
5)      Konseli diberi kesempatan mengaplikasikan alternative intervensi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi antarsesi pertemuan konseling. Penyesuaian dilakukan jika diperlukan pada setiap awal permulaan sesi konseling untuk memastikan bahwa konseli dapat secara efektif membuat kemajuan terhadap perubahan posisitif yang diharapkan.
e.       Terminasi, Evaluasi, dan Tindak Lanjut
1)      Konselor menggunakan teknik scaling questions untuk mengetahui perubahan konseli dibandingkan dengan perubahan awal konseling.
2)      Setelah masalah konseli terselesaikan dengan memuaskan maka mereka dapat mengakhiri konseling.
3)      Konselor mendorong konseli untuk menjadi konselor bagi dirinya sendiri dan mengaplikasikan keterampilan pemecahan masalahnya terhadap masalah-masalah yang baru yang dihadapinya. Konselor melakukan tindak lanjut pelayanan konseling dengan mengikuti perkembangan perubahan konseli.

F.       Adlerian
            Teori konseling Adlerian didasarkan pada teori psikologi individual yang dikembangkan oleh Alfred Adler dan pengikut-pengikutnya. Adler pada awalnya adalah murid Freud dan seorang psikoanalisis yang kemudian memisahkan diri karena berbeda pendapat dengan Freud dalam beberapa hal. Salah satu pandangan Freud yang tidak disetujui oleh Adler adalah peran aspek biologis dan fisiologis sebagai determinan penting pada perilaku dan perkembangan manusia. Meskipun Adler memiliki pandangan yang sama dengan Freud berkenaan dengan pengalaman anak-anak sebagai determinan perkeembangan perila kemudian, namun ia lebih memperluasnya dengan cara menambahkan determinan lain seperti pengaruh konteks social, dinamika keluarga dan pengasuhan anak.
Dalam perkembangannya, teori ini disebut konseling Adlerian, yakni teori yang dikembangkan oleh Adler bersama dengan pengikut-pengikutnya. Teori ini menekankan pada keutuhan (unity) dan keunikan individual. Pemahaman terhadap perilaku dan perkembangan manusia harus dimulai dengan memahami tujuan dan dorongan-dorongan perilakunya, konstelasi keluarga, dan gaya kehidupannya. Teori ini menekankan pada minat social dan tujuan hidup manusia, serta pada analisis kesadaran. Berdasarkan karakteristik tersebut teori Adlerian digambarkan sebagai bersifat socio-teleo-analytic. 
1.        Konsepsi Tentang Manusia
      Seperti halnya Freud, Adler juga mengakui pentingnya masa lima tahun pertama kehidupan dalam mempengaruhi perkembangan manusia. Namun, meskipun ia mengakui bahwa faktor-faktor biologis dan fisiologis memberikan arahan  pada perkembangan, individu juga memiliki kemampuan bawaan untuk mengarahkan dirinya sendiri. Bagi Adler, faktor bawaan dan pengalaman awal kurang penting dibandingkan dengan “ apa yang dilakukan oleh individu pada dirinya. “ Seligman, 2001: 78). Adler memiliki keyakinan bahwa semua perilaku selalu terarah pada suatu tujuan ( goal Directed ) dan bahwa manusia dapat menyalurkan perilakunya dalam cara-cara yang mendorong perkembangan. Bagi Adler apa yang penting bagi manusia adalah mencapai keberhasilan dan menemukan makna kehidupan. Upaya ke arah itu menjadi faktor penentu perkembangan.
      Adler juga memandang manusia sebagai memiliki dorongan untuk  menjadi orang yang berhasil. Adler juga memiliki keyakinan bahwa perilaku manusia harus dipelajari dari sudut pandang yang holistik. Pada usia antara 4-5 tahun, anak-anak sudah memiliki kesimpulan umum tentang hidup dan cara yang “ terbaik” untuk menghadapi masalah hidup. Mereka mendasarkan kesimpulan itu pada persepsi yang biasa tentang peristiwa-peristiwa dan interaksi yang terjadi atau berlangsung disekelilingnya dan kemudian membentuk suatu landasan bagi gaya hidupnya( Lifestyl ). Gaya hidup ini bersifat unik pada setiap individu dan mempresentasikan pola-pola perilaku yang akan menjadi dominan di sepanjang kehidupannya. Gaya hidup ini jarang sekali dapat berubah tanpa adanya intervensi dari orang lain. Konstelasi keluarga dan urutan kelahiran memberikan pengaruh yang kuat pada pembentukan gaya hidup ini.
      Adler juga memandang manusia memiliki minat sosial yang bmenjadi barometer bagi mental yang sehat ( Adler,1938,1964 : dalam Thompson, Rudolph,&Henderson,2004). Minat sosial di konseptualisasikan sebagai suatu bentuk perasaan terhadap dan kooperasi dengan orang lain, suatu perasaan untuk memiliki dan terlibat dengan orang lain untuk mencapai tujuan-tujuan umum kemasyarakatan.
2.        Implementasi Dan Aplikasi
a.       Implementasi teori adlerian yang meliputi:
1)        Tujuan Konseling
a)      Membina hubungan konselor klien
b)      Membantu klien  memahami keyakinan – keyakinan perasaan, motivasi dan tujuan yang menentukan gaya hidupnya
c)      Membantu klien mengembangkan  wawasan pemahaman (insight) mengenai gaya hidup dan menyadarkan mereka
d)     Reducation
e)      Mengembangkan sosial interest individu dengan interest sosial
2)      Proses Konseling
Konselor adrelian memiliki peran yang sangat kompleks dan perlu memiliki banyak ketrampilan, berperan sebagai pendidik, memperkembangkan minat social, dan mengajar klien dengan memodifikasi gaya hidup, perilaku dan tujuannya serta sebagai seorang analis yang harus memeriksa kesalahan asumsi dan logika konseli.
3)      Teknik Konseling
Ketrampilan interpersonal yang meliputi kesanggupan untuk memeberikan perawatan yang tulus, keterlibatan, empati dan teknik-teknik komunikasi verbal maupun non verbal untuk mengembangkan hubungan konseling.
Dorongan untuk mendorong konseli konselor perlu memusatkan perhatian pada :
a)      Apa yang dilakukan konseli bukan mengavaluasi perilakunya
b)      Perilaku sekarang bukan perilaku lampau
c)      Perilaku dan bukan pribadi konseli
d)     Upaya dan bukan hasil
e)      Motivasi instrintik dan bukan ekstrintik
f)       Yang dipelajari dan bukan yang tidak dipelajari
g)      Apa yang postif dan bukan apa yang negative
Dorongan yang ditambah interpretasi dan konfrontasi atau tantangan guna membantu konseli memperoleh kesadaran tentang gaya hidupnya, mengakui alasan-alasan tersembunyi yang ada dibalik perilakunya, mengapresiasi konsekuensi negative dari perilaku tersebut, dan bekerja untuk mencapai perubahan positif.
Konselor terus memainkan peran aktif untuk mendorong konseli menggunakan pemahamannya guna merumuskan tindakan-tindakan nyata yang mengarah pada perubahan perilaku atau pemecahan masalah. Adler juga merekomondasikan konselor untuk bertindak inovatif dan kreatif dalam memilih menggunakan teknik.
b.      Aplikasi
1)      Psikoterapi
Menurut Adler (dalam Alwisol, 2004), psikopatologi merupakan akibat dari kurangnya keberanian, perasaan inferior yang berlebihan, dan minat sosial yang kurang berkembang. Jadi, tujuan utama psikoterapi adalah meningkatkan keberanian, mengurangi perasaan inferior, dan mendorong berkembangnya minat sosial.
Adler yakin bahwa siapa pun dapat mengerjakan apa saja. Keturunan memang sering membatasi kemampuan seseorang, dalam hal ini sesungguhnya yang penting bukan kemampuan, tetapi bagaimana orang memakai kemampuan itu. Melalui humor dan kehangatan, Adler berusaha meningkatkan keberanian, harga diri, dan social interest klien. Menurutnya, sikap hangat dan melayani dari terapis mendorong klien untuk mengembangkan minat sosial di tiga masalah kehidupan; cinta atau sekual, persahabatan, dan pekerjaan. Pendekatannya tersebut telah dielaborasi dengan nama Adlerian Breif Therapy (Corey, 2005).
2)      Menggali masa lalu ( Early Recollection )
Menurut Adler, ingatan  masa lalu seseorang selalu konsisten dengan gaya hidup orang itu sekarang, dan pandangan subyektif orang itu terhadap pengalaman masa lalunya menjadi petunjuk untuk memahami tujuan final dan gaya hidupnya.
3)      Mimpi
Gaya hidup juga terekspresikan dalam mimpi. Adler menolak pandangan freud bahwa mimpi adalah ekspresi keinginan masa kecil. Menurut Adler, mimpi bukan pemuas keinginan yang tidak di terima ego tetapi bagian dari usaha si pemimpi untuk memecahkan masalah yang tidak disenanginya atau masalah yang tidak dapat dikuasainya ketika sadar
Jadi, bagi Adler mimpi adalah usaha dari ketidaksadaran untuk menciptakan suasana hati atau keadaan emosional sesudah bangun nanti, yang bisa memaksa si pemimpi melakukan kegiatan yang semula tidak dikerjakan.




1 komentar:

  1. coba aja kakak tambah kan referensi dan footnote nya kak pasti lebih sempurna ini kk

    BalasHapus